
Semakin banyak hewan yang mengalami penderitaan akibat degradasi lingkungan. Penyakit kronis yang sebelumnya dianggap sebagai masalah kesehatan manusia kini juga menjangkiti berbagai spesies hewan, termasuk peliharaan, ternak, dan hewan liar. Studi terbaru yang dipimpin oleh Antonia Mataragka dari Universitas Pertanian Athena menunjukkan bagaimana perubahan lingkungan berdampak pada kesehatan hewan.
Penting untuk diwaspadai bahwa pola penyakit ini semakin mengkhawatirkan. Menurut studi yang dipublikasikan di Risk Analysis, banyak hewan mengalami penyakit yang sebelumnya hanya prevalen di kalangan manusia. Stresor lingkungan seperti polusi, perubahan iklim, dan pola makan yang tidak seimbang berkontribusi terhadap peningkatan penyakit tidak menular pada hewan.
Benar bahwa predisposisi genetik memiliki peran penting dalam hal ini. Pada anjing, kucing, dan ternak, pembiakan selektif menyebabkan tingginya angka diabetes, penyakit jantung, serta degenerasi sendi. Namun, faktor-faktor seperti pola makan tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik menjadi penentu utama masalah kesehatan ini.
Data menunjukkan bahwa lebih dari separuh anjing dan kucing peliharaan mengalami obesitas. Ini membuktikan bahwa kesehatan hewan terpengaruh oleh gaya hidup yang tidak sehat. Di sisi lain, dalam industri pertanian, sekitar 20 persen babi di sistem peternakan intensif mengalami osteoartritis.
Hewan laut juga tidak terlepas dari ancaman ini. Paus beluga, misalnya, kini didiagnosis mengalami kanker gastrointestinal. Sementara itu, salmon Atlantik yang dibudidayakan sering kali menunjukkan sindrom kardiomiopati yang serius. Ini menunjukkan bahwa degradasi lingkungan di laut berdampak langsung pada kesehatan spesies ini.
Satwa liar juga menunjukkan dampak serupa. Di kawasan muara yang tercemar oleh bahan kimia industri, tingkat tumor hati pada hewan liar mencapai 25 persen. Ini adalah gambaran nyata tentang kondisi lingkungan yang buruk dan urgensi untuk melakukan tindakan pemulihan.
Mataragka mengemukakan bahwa urbanisasi yang pesat dan perubahan iklim mempercepat risiko kesehatan pada hewan. Pemanasan laut menciptakan masalah baru dengan meningkatkan tingkat tumor pada penyu dan ikan. Sementara itu, peningkatan suhu udara dan polusi berkontribusi pada gangguan metabolisme dan sistem imun hewan peliharaan.
Penting untuk dicatat bahwa sistem diagnosis dini untuk penyakit tidak menular pada hewan masih kurang. Hal ini menghambat upaya mendeteksi dan menangani masalah kesehatan ini secara efektif. Data komprehensif mengenai penyakit ini di kalangan hewan tidak sebanding dengan statistik kesehatan manusia, yang masih menjadi tantangan besar bagi komunitas ilmiah.
Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi dampak dari masalah ini. Pertama, pemerintah dan organisasi lingkungan harus bekerja sama untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Kedua, penting untuk mengedukasi pemilik hewan tentang pola makan yang sehat dan pentingnya aktivitas fisik untuk hewan peliharaan. Ketiga, penyedia layanan kesehatan hewan harus dilatih untuk mendeteksi dini penyakit tidak menular.
Melihat data dan fakta yang ada, sangat jelas bahwa hewan semakin menderita akibat degradasi lingkungan. Dari kucing yang mengalami obesitas hingga paus beluga yang menderita kanker, semua adalah indikasi bahwa kesehatan hewan terancam oleh faktor manusia. Ini bukan hanya masalah hewan, tetapi juga mencerminkan kondisi kesehatan dan lingkungan kita sebagai manusia. Mencegah kematian yang tidak perlu di antara spesies di planet ini menjadi tanggung jawab kita bersama.
Baca selengkapnya di: tekno.sindonews.com




