
Perdagangan harimau ilegal telah mencapai titik baru yang mengkhawatirkan. Data terbaru menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu penyumbang terbesar dalam jaringan perdagangan harimau yang semakin merajalela.
Laporan yang dikeluarkan oleh TRAFFIC, sebuah organisasi nonpemerintah, mengungkapkan bahwa antara Januari 2000 hingga Juni 2025, terdapat 3.808 harimau yang disita di seluruh dunia. Ini dihasilkan dari 2.551 penyitaan yang menunjukkan adanya krisis berkelanjutan terkait perdagangan harimau. Menariknya, penyitaan terkait harimau utuh, baik hidup maupun mati, menunjukkan peningkatan signifikan. Pada awal 2000-an, angka tersebut hanya 10 persen, tetapi kini telah melonjak menjadi 40 persen sejak tahun 2020.
Negara-negara penyebaran harimau (Tiger Range Countries – TRC) menyumbang 83 persen dari total penyitaan. Di antara negara-negara tersebut, India, Tiongkok, Indonesia, dan Vietnam mencatatkan angka tertinggi. Dalam lima tahun terakhir, penyitaan harimau di Vietnam, Indonesia, Thailand, dan Rusia menyumbang 63 persen dari total penyitaan global. Angka-angka ini mencerminkan bahwa daerah-daerah ini kini menjadi pusat perdagangan hewan liar.
Tanda Bahaya bagi Populasi Harimau
Perdagangan harimau yang merajalela sangat mengkhawatirkan mengingat status konservasi spesies ini. TRAFFIC mencatat bahwa harimau yang disita di Indonesia lebih sering diperoleh dari alam liar. Ini menunjukkan bahwa meski ada upaya konservasi, masih banyak harimau yang diburu secara ilegal.
Di sisi lain, penyitaan di Vietnam cenderung berasal dari harimau yang berasal dari penangkaran. Hal ini menimbulkan kekhawatiran baru. Apakah harimau dari penangkaran bocor ke pasar gelap? Pertanyaan ini menambah kompleksitas permasalahan perdagangan harimau.
Perubahan dalam Jenis Barang yang Diperdagangkan
Walau kulit dan tulang harimau tetap menjadi barang yang paling banyak dicari, TRAFFIC menemukan bahwa penyitaan cakar dan gigi harimau juga meningkat tajam sejak tahun 2020. Para penjahat kini memanfaatkan bagian-bagian tubuh harimau untuk aksesori fesyen dan jimat, yang meningkatkan permintaan pasar.
Apa yang Perlu Dilakukan?
TRAFFIC mengimbau kepada pemerintah di seluruh dunia agar memperkuat penegakan hukum. Penuntutan juga harus dilakukan dengan dampak yang jelas. Investigasi tidak boleh berhenti setelah penyitaan, tetapi harus dilanjutkan hingga ke akar permasalahan, yaitu jaringan kriminal yang terlibat.
Pemerintah juga disarankan untuk memperketat peraturan terhadap fasilitas penangkaran harimau. Pendaftaran yang wajib, pemantauan berkelanjutan, dan inspeksi sesuai standar CITES adalah langkah-langkah yang sangat dibutuhkan. Fasilitas yang terlibat dalam perdagangan komersial harimau seharusnya ditutup.
Mengurangi Permintaan terhadap Produk Ilegal
Selain penegakan hukum, TRAFFIC juga menekankan pentingnya kampanye yang berbasis bukti untuk menurunkan permintaan terhadap produk ilegal berbahan dasar harimau. Upaya tersebut harus diarahkan agar masyarakat lebih sadar akan dampak dari perdagangan harimau terhadap kelangsungan hidup spesies ini.
Mengakhiri perdagangan harimau ilegal tidak hanya penting bagi spesies yang terancam punah ini, tetapi juga untuk ekosistem yang lebih luas. Tingginya tingkat penyitaan menunjukkan bahwa perdagangan gelap masih sangat aktif. Hal ini mengancam kelangsungan hidup harimau dan menggarisbawahi perlunya tindakan segera dari semua pihak yang terlibat. Langkah-langkah nyata harus diambil agar harimau dapat kembali hidup di habitat alaminya tanpa ancaman perburuan liar.
Baca selengkapnya di: tekno.sindonews.com




