Gelombang Panas Malam Hari: Ancaman Baru bagi Kualitas Tidur Jutaan Orang

Suhu yang meningkat pada malam hari telah terbukti berdampak signifikan terhadap kualitas tidur jutaan orang. Penelitian yang dipublikasikan dalam Environmental International menunjukkan hubungan langsung antara suhu malam yang lebih hangat dengan gangguan tidur. Fenomena ini semakin menjadi perhatian dalam konteks pemanasan global yang tak terhindarkan.

Data dari penelitian ini diambil dari program All of Us, yang memonitor pola tidur menggunakan perangkat wearable. Mereka menemukan bahwa setiap kenaikan suhu malam hari sebesar 10 derajat dapat mengurangi waktu tidur sekitar 2,63 menit. Meskipun terlihat kecil jika dihitung per individu, efek kumulatifnya sangat besar ketika diterapkan pada populasi global. “Jika dikalikan jutaan orang, dampaknya benar-benar besar bagi kesehatan masyarakat,” ungkap Dr. Jiawen Liao dari Keck School of Medicine, University of Southern California.

Suhu malam yang lebih tinggi mengganggu kemampuan tubuh untuk mendinginkan dirinya sendiri, suatu proses penting bagi kesehatan tidur. Penelitian ini menunjukkan bahwa suhu yang lebih panas tidak hanya mengurangi total waktu tidur, tetapi juga mengacaukan ritme tidur. Kualitas tidur, termasuk fase tidur nyenyak dan REM, mengalami penurunan yang signifikan, sedangkan frekuensi terbangun di malam hari meningkat. Hal ini membuat banyak orang merasa tidak segar dalam tidur meskipun durasi total tidur tidak berbeda jauh.

Dampak yang ditimbulkan tidak dirasakan secara merata di seluruh lapisan masyarakat. Kelompok berpendapatan rendah, penyewa, serta individu yang tinggal di daerah dengan minim ruang hijau lebih rentan terhadap penurunan kualitas tidur. Faktor lain seperti kurangnya akses pendingin dan isolasi bangunan yang buruk turut memperburuk situasi. Beberapa wilayah pesisir di West Coast juga mengalami gangguan tidur lebih parah karena penggunaan AC yang rendah.

Dari aspek demografis, orang dewasa paruh baya dan kelompok perempuan menunjukkan penurunan kualitas tidur lebih signifikan dibandingkan yang lain. Selain itu, masalah kesehatan seperti penyakit jantung dan obesitas memperburuk sensitivitas terhadap suhu panas. Rekaman wearable menunjukkan individu dengan kondisi tersebut mengalami gangguan tidur yang lebih intens saat suhu malam tinggi.

Musim panas adalah periode di mana penurunan kualitas tidur paling terlihat, meskipun tren yang sama juga terjadi di akhir musim semi dan awal musim gugur. Penelitian ini memprediksi bahwa seiring meningkatnya anomali suhu, kualitas tidur akan terus menurun.

Dalam skenario emisi tinggi, penurunan kualitas tidur dapat meningkat setiap tahunnya. Beberapa zona, khususnya kawasan pesisir, diperkirakan mengalami penurunan kualitas tidur yang paling drastis menjelang akhir abad ini. Pada hari-hari terpanas, defisit tidur dapat mencapai tingkat yang berdampak pada konsentrasi dan kesehatan jangka panjang.

Melihat risiko yang meningkat, peneliti mendorong adanya intervensi berbasis lingkungan. Strategi seperti peningkatan standar bangunan, penyediaan sistem pendinginan yang terjangkau, dan perluasan ruang hijau kota dianggap penting. Kebijakan publik harus memprioritaskan kelompok rentan untuk mengurangi dampak negatif suhu malam hari.

“Membantu masyarakat mendapatkan tidur lebih baik berarti membantu mereka hidup lebih sehat,” kata Dr. Liao. Upaya untuk meningkatkan kualitas tidur harus menjadi bagian dari respons terhadap perubahan iklim, guna melindungi kesehatan masyarakat di era suhu bumi yang terus meningkat.

Dengan temuan yang semakin kuat, peneliti berharap bahwa langkah nyata akan diambil untuk melindungi kesehatan masyarakat. Pencegahan terhadap gangguan tidur di masa depan sangat diperlukan agar kualitas hidup dapat terjaga meskipun suhu global terus meningkat.

Exit mobile version