Teleskop Vera Rubin Terancam Polusi Satelit, Penelitian Astronomi Terhambat

Menjelang operasional Teleskop Vera Rubin di Cile, para astronom di seluruh dunia menghadapi tantangan besar akibat polusi cahaya yang ditimbulkan oleh ribuan satelit. Teleskop yang dirancang untuk memetakan langit mencakup semua objek di langit selatan setiap tiga malam ini berpotensi terdampak oleh gangguan dari megakonstelasi satelit yang terus meningkat.

Sejak perencanaan Vera Rubin Observatory di 1990-an, langit di atas Cerro Pachón masih relatif bersih. Namun, dalam satu dekade terakhir, perkembangan pesat peluncuran satelit, terutama dari perusahaan seperti SpaceX dengan program Starlink-nya, telah berubah drastis. Teleskop ini, dengan cermin utama selebar 8,4 meter dan kamera 3.200 megapiksel, kini terancam oleh kehadiran lebih dari 10.000 satelit aktif dan angka tersebut bisa naik menjadi 100.000 dalam satu dekade ke depan jika semua rencana peluncuran terealisasi.

“Vera Rubin luar biasa untuk mencitrakan langit, tetapi ini berarti juga akan menangkap banyak satelit,” ujar Dr. Meredith Rawls, ilmuwan proyek Vera C Rubin Observatory. Ia menegaskan bahwa gangguan dari satelit ini merupakan tantangan besar. Hal ini mirip dengan mencoba melihat alam semesta melalui kaca mobil yang kotor.

Salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa sekitar 40% gambar yang diambil oleh Vera Rubin dalam misi 10 tahun diperkirakan akan terpengaruh oleh jejak satelit. Professor Noelia Noël dari University of Surrey menyebutkan bahwa total 10 juta gambar bisa berujung pada lebih dari 4 juta gambar yang rusak akibat kontaminasi ini. Mengingat satu malam pengamatan saja menghabiskan biaya sekitar US$81.000, maka kerugian finansial akibat polusi satelit sangat signifikan.

Lebih jauh lagi, refleksi cahaya dari satelit juga bisa menyesatkan ilmuwan dalam observasi. Pada tahun 2021, misalnya, seorang peneliti salah mengira serpihan satelit sebagai ledakan bintang galaksi purba. Kasus-kasus seperti ini menunjukkan belum adanya solusi tepat untuk menangani permasalahan yang diakibatkan oleh polusi cahaya.

Berbagai solusi sedang dikembangkan untuk mengurangi dampak tersebut. Salah satunya adalah algoritma pintar yang sedang dibuat Rawls dan timnya. Algoritma ini dirancang untuk membedakan objek astronomi asli dari jejak satelit dengan melakukan perbandingan dari beberapa citra langit yang berbeda. Meskipun demikian, masalah ini tak sepenuhnya dapat diatasi dengan pendekatan digital.

Satelit besar seperti BlueBird dari AST SpaceMobile memancarkan cahaya sangat terang, sehingga observasi harus dijadwalkan ulang untuk menghindari gangguan dari pantulan cahaya. Karena itu, Organisasi Astronomi Internasional (IAU) telah meminta operator satelit untuk mengurangi kecerahan satelit mereka ke level yang tidak terlihat oleh mata telanjang. Namun, kenyataannya, satelit seperti Starlink masih jauh lebih terang dari batas yang dipandang mengganggu.

Dalam menghadapi tantangan ini, harapan baru muncul dari Inggris. Perusahaan Surrey NanoSystems telah mengembangkan cat luar angkasa yang dirancang untuk meredam pantulan cahaya secara signifikan dan tahan terhadap kondisi ekstrem di luar angkasa. Jika teknologi ini dapat diterapkan secara luas, ini mungkin bisa menjadi langkah maju yang menjanjikan untuk memitigasi dampak polusi cahaya orbital.

Dengan meningkatnya jumlah satelit dan kompleksitas masalah yang ada, kolaborasi antara astronom dan industri luar angkasa menjadi semakin penting. Para ilmuwan berharap bahwa sebuah solusi komprehensif akan segera ditemukan, memberikan ruang bagi penelitian astronomi yang lebih baik di masa depan.

Berita Terkait

Back to top button