
Ekonomi digital Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan meskipun menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang semakin kompleks. Berdasarkan laporan East Ventures—Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2025, ekosistem digital Tanah Air tetap berkembang pesat dan diproyeksikan tumbuh dua kali lipat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini didukung oleh peningkatan transaksi online dan adopsi teknologi terbaru seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Pertumbuhan Ekonomi Digital di Tengah Ketidakpastian Global
Laporan EV-DCI menggambarkan optimisme yang kuat terhadap transformasi digital Indonesia, meski investasi ke startup teknologi nasional mengalami penurunan tajam. Data Tracxn yang dikutip dalam laporan tersebut mencatat bahwa total investasi pada startup Indonesia menurun sebesar 75 persen, dari US$1,3 miliar pada 2023 menjadi hanya US$323 juta pada 2024. Penurunan ini terutama disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi global yang membuat investor lebih cermat dalam menyalurkan dana.
Namun, data lain dari e-Conomy SEA 2024 menunjukkan pertumbuhan nilai transaksi digital (Gross Merchandise Value/GMV) yang tetap positif dan mengesankan. GMV sektor digital Indonesia diperkirakan mencapai US$90 miliar pada 2024, naik 13 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh 6 persen secara tahunan. Sektor e-commerce menjadi motor utama pendorong pertumbuhan ini dengan kontribusi senilai US$65 miliar pada 2024, meningkat dari US$59 miliar di 2023.
Kontribusi ekonomi digital saat ini berkontribusi sekitar 4-5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Pemerintah membidik agar angka kontribusi ini dapat mencapai 20 persen pada 2045, yang menandai ekonomi digital akan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia di masa depan.
Tantangan Transformasi Digital Inklusif
Riset EV-DCI tidak hanya menyoroti laju pertumbuhan, tetapi juga pentingnya transformasi digital yang inklusif untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Ada empat tantangan utama yang perlu diatasi agar transformasi digital dapat berjalan seimbang dan berkeadilan:
-
Regulasi yang Belum Memadai
Indonesia masih kekurangan regulasi yang mendukung keamanan siber dan tata kelola AI. Implementasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi juga belum maksimal karena aturan turunan belum disahkan. -
Ketimpangan Akses Infrastruktur
Kualitas dan akses internet yang belum merata di seluruh wilayah menjadi penghambat utama. Pembangunan infrastruktur seperti jaringan 5G, listrik, dan pusat data memerlukan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. -
Kekurangan Talenta Digital
Kementerian Komunikasi dan Digital mengestimasi kebutuhan talenta digital mencapai 9 juta orang pada 2030, sedangkan kapasitas saat ini baru sekitar 7 juta orang. Upaya peningkatan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan sangat dibutuhkan. - Pembiayaan bagi UMKM Digital
Usaha mikro, kecil, dan menengah masih menghadapi keterbatasan akses pembiayaan. Strategi penguatan seperti pelatihan digital berbasis AI, insentif fiskal, dan pengembangan platform pembiayaan digital diperlukan untuk mendukung UMKM.
Peran Startup dan Teknologi AI dalam Ekosistem Digital
East Ventures berperan aktif dalam mendorong inklusi keuangan dan digital di daerah melalui portofolio startup yang fokus pada solusi teknologi idaman masyarakat. Mekari contohnya, menyediakan layanan akuntansi dan Human Resources (HR) untuk UMKM dan pekerja informal. Xendit memperluas akses pembayaran digital hingga ke pelaku usaha kecil di luar pusat ekonomi utama.
Kolaborasi juga terjadi dengan pemerintahan lokal, misalnya Komunal yang menggandeng Bank Perkreditan Rakyat untuk mendigitalisasi proses kredit. McEasy bekerja sama dengan Dinas Perhubungan untuk mengelola administrasi digital dan sistem transportasi daerah.
Penggunaan AI menjadi tren utama yang diadopsi startup tersebut. Waresix memanfaatkan AI untuk manajemen armada logistik, sementara Xendit dan Stockbit menerapkan AI untuk deteksi penipuan dan pengembangan layanan. Hal ini mencerminkan kesiapan industri untuk menghadapi tantangan efisiensi dan pelayanan berbasis data.
Secara khusus, East Ventures menghadirkan IndoBuild AI, sebuah platform kolaborasi inovator AI yang mengembangkan solusi sektor kesehatan, pendidikan, dan pemerintahan. Program ini didukung oleh mitra besar seperti AWS, Alibaba Cloud, dan Google, dan telah memilih dua startup pemenang, Lentera.ai dan LeaseSync, yang mendapatkan dukungan pendanaan dan teknologi.
Proyeksi dan Potensi Ekonomi Digital Indonesia
Menurut proyeksi, pemanfaatan AI diperkirakan bisa menyumbang hingga 12 persen dari PDB Indonesia pada 2030, setara dengan US$366 miliar. Angka ini menunjukkan potensi besar yang dimiliki teknologi digital dan AI sebagai penggerak utama bagi perekonomian nasional.
Sementara ancaman eksternal seperti perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok memperpanjang ketidakpastian global, Indonesia tetap mampu menjaga momentum transformasi digitalnya. Bank Mandiri juga mengingatkan risiko dari tarif resiprokal yang dapat memengaruhi aliran modal dan nilai tukar rupiah.
Pengembangan ekosistem digital yang inklusif, regulasi yang adaptif, dan peningkatan kapasitas talenta digital menjadi faktor kunci agar Indonesia dapat memanfaatkan peluang dan menghadapi tantangan di tengah dinamika ekonomi global.
Dengan strategi yang tepat, ekonomi digital Indonesia tidak hanya menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi nasional tetapi juga membuka akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk mendapatkan manfaat dari kemajuan teknologi.





