Menteri Komunikasi dan Informatika, Meutya Hafid, menyoroti fenomena investasi kecerdasan buatan (AI) yang relatif minim namun mampu memberikan dampak signifikan. Dalam forum Asia Economic Summit 2025 yang digelar di Jakarta Selatan pada Kamis (26/6), Meutya mencontohkan startup asal Guangzhou, Cina bernama DeepSeek, yang dengan modal investasi hanya US$ 6 juta sukses menghadirkan model AI inovatif. Model AI tersebut bahkan mampu menahan penurunan nilai pasar perusahaan teknologi di Amerika Serikat hingga US$ 590 miliar.
DeepSeek merupakan perusahaan swasta yang didirikan pada Juli 2023 oleh Liang Wenfeng dan fokus mengembangkan model bahasa besar (Large Language Model atau LLM) open-source. Produk ini menjadi pesaing utama bagi model-model terkemuka seperti ChatGPT dari OpenAI. Keberhasilan DeepSeek menunjukkan bahwa dalam era digital saat ini, inovasi AI dari kawasan Asia tidak kalah pentingnya dibandingkan pusat teknologi global lainnya.
Meutya menegaskan bahwa transformasi digital, terutama melalui pengembangan AI, bukan hanya sekadar tren teknologi, tetapi merupakan faktor utama yang menentukan masa depan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. "Teknologi ini membuka peluang lintas sektor, mulai dari layanan publik hingga industri, namun tetap harus dijalankan dengan memperhatikan etika dan tanggung jawab," ujarnya.
Tren Investasi dan Adopsi AI di Asia
Data dari laporan AI Index mengungkapkan lonjakan dramatis dalam investasi AI secara global. Investasi yang semula US$ 3,9 miliar pada tahun 2022 meningkat tajam menjadi US$ 33,9 miliar pada tahun 2024. Ekonomi AI global diperkirakan akan mencapai nilai sekitar US$ 7 triliun pada tahun 2030 dan berpotensi menciptakan 40% tipe pekerjaan baru yang saat ini belum ada.
Di kawasan Asia Pasifik, tingkat adopsi AI, khususnya teknologi Generative AI (GenAI), juga menunjukkan perkembangan yang kuat:
- 60% perusahaan di kawasan ini telah membuktikan nilai bisnis GenAI.
- 49% perusahaan melihat potensi besar dari teknologi tersebut.
- 35% berada dalam tahap pengujian dan eksperimen teknologi AI.
Adopsi AI menurut negara di kawasan Asia cukup tinggi, yaitu:
- Tiongkok: 75%
- India: 70%
- Australia dan Selandia Baru: 75%
- Asia Timur: 67%
- Asia Tenggara (termasuk Indonesia): 65%
Potensi Besar ASEAN dalam Transformasi Digital
Meutya menyoroti potensi ASEAN yang memiliki ratusan juta penduduk dan ekosistem kreator yang berkembang pesat. Hal ini memberikan peluang besar bagi kawasan tersebut untuk menjadi pusat transformasi digital dunia. Menurutnya, pengembangan AI di Indonesia dan ASEAN secara umum tidak hanya menyasar peningkatan teknologi, tetapi juga berkontribusi pada pembaruan model bisnis dan kesempatan kerja baru yang lebih adaptif terhadap era digital.
Namun, perhatian terhadap aspek etika dan tanggung jawab dalam penggunaan AI menjadi hal yang tidak boleh diabaikan. Implementasi teknologi harus memperhatikan dampak sosial dan keamanan data agar perkembangan tersebut bermanfaat secara luas dan berkelanjutan.
Menteri Meutya juga menambahkan bahwa kolaborasi lintas negara Asia dalam pengembangan AI perlu terus didorong agar potensi besar kawasan ini dapat terwujud secara maksimal. Dengan adanya inovasi yang didorong oleh investasi meski relatif kecil, seperti yang dilakukan oleh DeepSeek, diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi startup dan pengembang AI lainnya di Indonesia dan Asia Tenggara.
Dengan demikian, meskipun investasi AI yang masuk dalam beberapa kasus terbilang kecil, seperti contoh DeepSeek, dampak yang dihasilkan mampu mengubah lanskap teknologi global dan memberikan peluang ekonomi yang sangat besar. Hal ini menegaskan pentingnya strategi pengembangan AI yang tepat dan inklusif untuk memaksimalkan manfaat teknologi di masa mendatang.
