Hampir 50% Anak Indonesia Jadi Korban Bullying di Media Sosial

Hampir Separuh Anak Indonesia Jadi Korban Bullying di Media Sosial

Sebanyak 48% anak Indonesia yang aktif menggunakan internet dan media sosial mengaku pernah mengalami perundungan atau bullying secara online. Data ini diungkapkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komdigi) sebagai bagian dari upaya penanganan cyberbullying yang semakin menjadi perhatian publik.

Menteri Komunikasi dan Informatika Meutya Hafid menegaskan bahwa cyberbullying merupakan masalah serius yang perlu mendapat perhatian khusus. “Cyberbullying ini masalah yang cukup serius,” ujarnya dalam konferensi pers acara Screening Film ‘Cyberbullying’ yang digelar di Jakarta Pusat pada Jumat (4/7). Menurut Meutya, pemerintah secara aktif melakukan penghapusan atau take-down konten berunsur bullying yang tersebar di internet. Meski demikian, tantangan utama adalah banyaknya tindakan bullying yang terjadi dalam ranah pribadi dan pertemanan, sehingga sulit dideteksi secara tepat.

Isu bullying online ini juga mendapat sorotan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi. Berdasarkan survei nasional mengenai pengalaman anak dan remaja, sekitar 50% anak pernah menjadi korban kekerasan dalam berbagai bentuk. Dari jenis-jenis kekerasan tersebut, kekerasan emosional atau bullying emosional menempati posisi paling dominan.

Arifah menyatakan, “Yang paling banyak adalah kekerasan emosional.” Hal ini menunjukkan bahwa bullying tidak hanya berupa tindakan fisik, tetapi juga intimidasi melalui kata-kata, sosial media, dan perilaku yang merendahkan mental anak-anak dan remaja.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati, menambahkan bahwa cyberbullying masuk dalam kategori pelanggaran hukum dan dapat termasuk ranah pidana. Anak-anak yang mengalami perundungan di dunia maya perlu mendapat penanganan khusus berupa rehabilitasi atau pemulihan agar mereka mampu kembali menjalani kehidupan secara normal serta menikmati hak-haknya tanpa hambatan.

Tindakan preventif dan responsif menjadi kunci penting dalam menghadapi perundungan online. Pemerintah dan berbagai lembaga terkait terus mendorong edukasi literasi digital bagi anak-anak, orang tua, dan guru agar dapat mengenali dan menangani kasus bullying secara tepat waktu. Berikut beberapa langkah penanganan yang disarankan:

1. Penghapusan konten bullying secara cepat oleh penyelenggara platform digital.
2. Fasilitasi layanan dukungan dan rehabilitasi psikologis bagi korban.
3. Edukasi masyarakat mengenai tanda-tanda dan bahaya cyberbullying.
4. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku perundungan fisik maupun daring.

Dengan perkembangan teknologi yang masif, anak-anak semakin lekat dengan dunia digital. Oleh sebab itu, perlindungan terhadap mereka dari aksi bullying di media sosial menjadi agenda penting. Pemantauan dan penanganan terintegrasi antara pemerintah, sekolah, dan orang tua perlu terus dikembangkan agar anak-anak memiliki lingkungan internet yang aman dan mendukung tumbuh kembang positif.

Data ini menegaskan bahwa meskipun internet membawa banyak manfaat, ancaman berupa bullying daring bagi anak-anak tidak dapat diabaikan. Kesadaran kolektif serta kerja sama semua pihak diharapkan bisa meminimalkan dampak negatifnya terhadap generasi muda Indonesia.

Exit mobile version