
Beberapa aplikasi populer yang banyak digunakan di ponsel Android dan iPhone ternyata berasal dari perusahaan yang didirikan oleh mantan personel militer dan intelijen Israel. Di antaranya terdapat tokoh-tokoh yang berasal dari unit cyber elit Israel, Unit 8200. Meskipun aplikasi-aplikasi ini terlihat tak berbahaya, seperti editor foto, game kasual, dan alat transportasi, faktanya mereka mengunduh data pengguna secara masif dan memanfaatkan pelacak dalam produk mereka.
Berdasarkan laporan dari TechTrends (3 Juli 2023), aplikasi-aplikasi tersebut telah diunduh miliaran kali secara global, termasuk di Indonesia. Beberapa aplikasi yang populer dan dikenal luas di Indonesia adalah peta digital Waze dan aplikasi transportasi umum Moovit. Namun, di balik kemudahan penggunaan itu, perusahaan-perusahaan pengembang aplikasi ini diduga menjalankan praktik yang merugikan privasi pengguna.
Aplikasi-aplikasi Buatan Intelijen Israel dan Praktik Pengumpulan Data
Berikut adalah beberapa nama aplikasi dan perusahaan yang berkaitan dengan aktivitas pengumpulan data dan pelacakan pengguna:
-
ZipoApps
Dikenal dengan pengembangan aplikasi seperti Collage Maker, Instasquare, dan Simple Gallery. Perusahaan ini didirikan oleh mantan anggota Unit 8200 dan mendapat kritik karena mengubah aplikasi gratis menjadi bermuatan iklan dan pelacak setelah diakuisisi. -
Facetune (Lightricks)
Aplikasi edit wajah ini sudah diunduh lebih dari 50 juta kali dan mengakses data lokasi serta identifikasi perangkat. Pendiri Lightricks juga merupakan mantan personel Unit 8200. -
Bazaart
Editor foto yang mengandalkan kecerdasan buatan (AI) ini didirikan oleh mantan perwira intelijen Israel Defense Forces (IDF). -
Supersonic (Unity Israel)
Pengembang game populer seperti Going Balls, Bridge Race, dan Build a Queen. Pendiri perusahaan ini adalah mantan kepala operasi Angkatan Udara Israel. Supersonic juga dikritik terkait penggunaan model pelacakan opt-in yang kurang transparan. -
Playtika
Pengembang game kasino seperti Slotomania dan House of Fun yang terdaftar di NASDAQ dengan pendapatan lebih dari US$2,5 miliar. Beberapa stafnya diketahui pernah menjalani wajib militer dalam konflik Gaza. -
Crazy Labs
Menghasilkan game-game seperti Phone Case DIY dan Sculpt People. Perusahaan ini didirikan oleh mantan tentara IDF. -
Moovit
Aplikasi transportasi publik yang digunakan di kota-kota besar, termasuk Jakarta. Pendiri Moovit berasal dari Unit Mamram IDF. -
CallApp
Aplikasi penyaring panggilan dengan lebih dari 100 juta pengguna, didirikan oleh mantan anggota Unit 8200. - Gett dan Waze
Aplikasi ride-hailing dan navigasi GPS yang juga berasal dari Israel. Waze kini sudah menjadi bagian dari Google.
Risiko Pengumpulan Data dan Pelacakan Tersembunyi
Praktik mengumpulkan data melalui aplikasi ini bukan hanya sebatas pengumpulan biasa. Banyak di antaranya menyisipkan adware dan pelacak yang memungkinkan pemantauan aktivitas pengguna secara rinci. Setelah proses akuisisi, terdapat perubahan kebijakan privasi secara diam-diam yang memperluas cakupan pengumpulan data tanpa persetujuan eksplisit dari pengguna.
Kasus ZipoApps dan Supersonic menunjukkan bagaimana model pelacakan opt-in mereka membingungkan dan tidak cukup memberi transparansi kepada pengguna. Hal ini memungkinkan data pribadi pengguna terserap oleh jaringan ekonomi yang terkait dengan kepentingan militer dan intelijen Israel.
Langkah Waspada untuk Pengguna
Pengguna smartphone disarankan untuk lebih berhati-hati dalam memilih dan memasang aplikasi di perangkat mereka. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko kebocoran data:
- Selalu tinjau dengan seksama nama pengembang aplikasi di Google Play Store atau App Store sebelum mengunduh.
- Periksa profil perusahaan dan latar belakang pendiri di platform profesional seperti LinkedIn atau Crunchbase.
- Pertimbangkan menggunakan alternatif aplikasi sumber terbuka (open source) yang transparan dalam pengelolaan data.
- Dukung pengembang yang menjalankan praktik privasi dan etika data yang baik.
Walaupun aplikasi-aplikasi ini menghadapi kritik terkait privasi, mereka tetap menguat dengan dukungan iklan besar-besaran dan kolaborasi dengan platform global seperti Google dan Facebook. Pengguna perlu tetap waspada agar tidak menjadi korban pengumpulan data berlebihan yang merugikan hak privasi mereka.
Kasus ini mengingatkan pentingnya transparansi dan regulasi ketat terhadap aplikasi digital, termasuk yang berasal dari perusahaan dengan latar belakang militer dan intelijen. Upaya pengawasan dan literasi digital harus terus ditingkatkan untuk melindungi data pribadi pengguna di era teknologi yang semakin maju.





