Komdigi Kaji Wajibkan Beli Internet Premium untuk Fitur WhatsApp Call

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sedang mengkaji opsi pengaturan layanan Voice over Internet Protocol (VoIP) seperti WhatsApp Call, video call, Skype, Zoom, dan Google Meet dengan mempertimbangkan kemungkinan pengguna harus membeli akses internet premium untuk dapat memanfaatkan fitur tersebut secara optimal. Kajian ini muncul dari kebutuhan mencari keseimbangan antara penyedia layanan OTT yang menyediakan aplikasi komunikasi populer dengan operator seluler yang menanggung beban investasi infrastruktur jaringan.

Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Komdigi, Denny Setiawan, menyampaikan bahwa diskusi mengenai pengaturan layanan VoIP tersebut masih dalam tahap awal. Pemerintah menyadari pentingnya akses komunikasi yang mudah dan terjangkau bagi masyarakat. Namun, di sisi lain operator telekomunikasi seluler telah menanamkan investasi besar dalam membangun kapasitas jaringan internet yang mampu menangani kebutuhan bandwidth yang tinggi, khususnya untuk layanan video call dan streaming.

“Operator seluler sudah membangun kapasitas jaringan yang sangat besar, namun tidak memperoleh kontribusi secara langsung dari layanan OTT seperti WhatsApp,” ujar Denny saat ditemui dalam acara Business Forum di Jakarta Selatan, Rabu (16/7). Ia menambahkan bahwa beban biaya infrastruktur yang ditanggung operator cukup besar, sementara layanan OTT beroperasi tanpa memberikan kontribusi terhadap pemeliharaan dan pengembangan jaringan yang digunakan oleh pengguna.

Konteks Bandwidth dan Mekanisme Kontribusi

Bandwidth merupakan kapasitas maksimal jalur komunikasi untuk mentransfer data, yang biasanya diukur dalam bit per detik atau turunannya seperti Mbps dan Gbps. Layanan seperti panggilan suara dan video menggunakan bandwidth yang tinggi karena transmisi data secara real-time. Dalam konteks ini, Komdigi tengah mencari mekanisme kontribusi dari penyedia OTT agar biaya yang timbul akibat penggunaan jaringan dapat ditutupi secara lebih adil.

Kajian tersebut mengacu pada model yang diterapkan di beberapa negara, seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi. Di UEA, contohnya, panggilan suara dan video menggunakan WhatsApp dibatasi, dan pengguna harus menggunakan layanan VoIP premium yang disediakan operator lokal seperti Etisalat dan DU. Layanan premium tersebut biasanya dilengkapi fitur tambahan seperti perekaman panggilan, transkripsi, serta integrasi dengan sistem manajemen pelanggan dan pelacakan bisnis.

Menurut Otoritas Regulasi Telekomunikasi UEA (TDRA), pembatasan ini dilatarbelakangi oleh alasan regulasi dan keamanan. Sistem enkripsi end-to-end yang dimiliki WhatsApp menimbulkan kekhawatiran pemerintah terkait potensi penyalahgunaan layanan untuk aktivitas ilegal, termasuk kriminal dan terorisme.

Kewajiban Quality of Service bagi Layanan OTT

Untuk mengatasi tantangan kualitas dan efisiensi penggunaan jaringan, Denny menyampaikan bahwa apabila pembatasan layanan dasar seperti yang ada di UEA tidak dapat diterapkan di Indonesia, pemerintah akan mempertimbangkan penerapan kewajiban Quality of Service (QoS) bagi layanan OTT. QoS adalah teknologi dan mekanisme yang memastikan lalu lintas data dikelola dengan baik dalam jaringan sehingga aplikasi seperti panggilan video berjalan lancar tanpa masalah seperti packet loss, latency, dan jitter.

Dengan penerapan QoS, penggunaan bandwidth akan lebih efisien dan kualitas layanan VoIP bisa dijamin. Hal ini nantinya akan memberi manfaat bagi pengguna yang ingin menikmati layanan panggilan suara dan video berkualitas tanpa gangguan.

Dukungan Operator Seluler terhadap Kajian Internet Premium

Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Marwan O. Baasir, menyambut baik kajian ini. Ia menilai bahwa selama ini model bisnis yang ada belum memberikan keadilan antara operator seluler dan penyedia layanan OTT. Layanan gratis seperti WhatsApp Call sering tidak menjamin kualitas layanan dan minim ruang pengaduan saat terjadi gangguan.

“Kualitas layanan harus dijamin dan jika harus berbayar pengguna juga mendapatkan hak untuk menuntut perbaikan saat ada masalah,” ujarnya. Marwan mengusulkan penggunaan model bisnis berbasis kuota khusus VoIP premium yang dapat dikemas dalam paket data internet dengan tarif tertentu atau bagian dari kuota yang sudah ada.

Model ini dinilai dapat memberikan solusi win-win bagi semua pihak. Operator mendapatkan kontribusi untuk mengembangkan jaringan, OTT tetap bisa menyediakan layanan, dan pengguna mendapatkan kualitas layanan yang lebih handal sesuai dengan biaya yang dibayar.

Komdigi dan pelaku industri telekomunikasi melihat pengaturan ini sebagai langkah penting dalam ekosistem digital yang berkelanjutan dan berkeadilan. Pemerintah akan terus mengkaji dan berdiskusi dengan berbagai pemangku kepentingan agar kebijakan yang diambil dapat mendukung perkembangan teknologi komunikasi sekaligus menjaga keberlangsungan investasi infrastruktur digital di Indonesia.

Exit mobile version