Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, baru-baru ini mengumumkan bahwa sebanyak 12 perusahaan asal Amerika Serikat (AS) telah berinvestasi dalam pembangunan pusat data di Indonesia. Langkah ini dianggap sebagai langkah nyata dalam menyikapi isu transfer data pribadi antara kedua negara, yang belakangan ini cukup menuai perhatian publik.
Menurut Airlangga, investasi ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut mematuhi regulasi yang ditetapkan oleh Indonesia. “Sudah 12 perusahaan Amerika Serikat mendirikan data center di Indonesia. Artinya, mereka juga sudah comply dengan regulasi yang diminta oleh Indonesia,” ungkapnya dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta.
Di antara perusahaan-perusahaan tersebut terdapat nama-nama besar seperti Amazon Web Services (AWS), Microsoft, Equinix, dan EdgeConneX. Tak kalah menarik, Oracle juga berencana membangun pusat data di Batam dengan nilai investasi mencapai 6 miliar Dolar AS, setara dengan sekitar Rp 97,7 triliun. Selain itu, Google Cloud, Wowrack, Cloudflare, Braze, dan Anaplan juga termasuk dalam deretan perusahaan yang berinvestasi di sektor ini.
Pentingnya Transfer Data Pribadi
Airlangga menjelaskan, transfer data pribadi bukanlah hal yang asing bagi masyarakat. Aktivitas sehari-hari, seperti menggunakan mesin pencari, berbelanja di e-commerce, hingga mendaftar di platform-platform digital, melibatkan proses pengumpulan data pribadi. “Sebetulnya beberapa data pribadi merupakan praktik dari masyarakat saat daftar di Google, di Bing, serta melakukan e-commerce,” tuturnya.
Dengan meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia, pemerintah di bawah arahan Airlangga berupaya untuk memastikan adanya protokol keamanan yang jelas terkait pengelolaan data pribadi ini. “Finalisasi pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur diperlukan untuk tata kelola lalu lintas data pribadi antar negara,” katanya.
Keamanan Data dan Perlindungan WNI
Selanjutnya, Airlangga menegaskan bahwa kesepakatan tarif resiprokal menjadi langkah pertama dalam memperkuat perlindungan data pribadi warga negara Indonesia. “Ini penting tidak hanya untuk pertukaran data dengan Amerika Serikat tetapi juga dengan berbagai negara lain,” ujarnya. Indonesia pun telah mempersiapkan protokol untuk mengatur transaksi data lintas negara.
Pemerintah memastikan bahwa semua data akan diawasi oleh otoritas yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). “Kami pastikan data ini dikelola dalam kerangka yang aman, terpercaya, dan sesuai dengan tata kelola data yang berlaku,” ungkap Airlangga.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat membangun kepercayaan di antara masyarakat dan dunia usaha, seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang pesat. Penegasan mengenai kepatuhan terhadap regulasi ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak investasi di sector pusat data di Indonesia, menyusul pesatnya tren digitalisasi di berbagai lapisan masyarakat.
Kesimpulan yang Belum Terselesaikan
Meskipun investasi dari perusahaan-perusahaan AS ini patut disambut positif, tantangan terkait keamanan data dan privasi tetap menjadi hal yang perlu diawasi. Keterbukaan dan transparansi dalam pengelolaan data akan menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik, terutama dalam situasi di mana isu transfer data pribadi semakin sentral.
Dengan demikian, langkah pemerintah dalam menjalin kerjasama dengan perusahaan asing dan pelaksanaan protokol yang terukur bisa menjadi langkah positif bagi perkembangan infrastruktur digital di Indonesia, sekaligus menegaskan komitmen untuk melindungi data pribadi warganya.





