Empat Penyebab Serangan Siber ke Indonesia: Kenali Risiko yang Terus Meningkat

Menurut riset terbaru dari Positive Technologies, serangan siber di Indonesia diprediksi akan terus meningkat, dengan sejumlah faktor yang berkontribusi pada kerentanan tersebut. Dalam laporan yang berjudul Cybersecurity Threatscape in Southeast Asia, Indonesia menduduki peringkat kelima sebagai target serangan siber di ASEAN. Riset ini menyoroti bahwa empat penyebab utama yang menjadikan Indonesia rentan terhadap ancaman siber adalah regulasi keamanan siber yang tidak terkoordinasi, anggaran rendah untuk keamanan siber, rendahnya tingkat literasi digital masyarakat, dan terbatasnya infrastruktur keamanan siber domestik.

Regulasi Keamanan Siber yang Terpencar

Salah satu masalah terbesar adalah adanya regulasi keamanan siber yang tidak terintegrasi. Kebijakan yang terfragmentasi ini menghadirkan kesulitan dalam penanganan serangan siber secara komprehensif. Tanpa adanya kerangka hukum yang jelas, penegakan keamanan siber menjadi sulit dilakukan, sehingga memberikan ruang bagi pelaku kejahatan siber untuk beraksi dengan leluasa.

Anggaran yang Terbatas untuk Keamanan Siber

Faktor kedua yang berkontribusi pada meningkatnya risiko serangan siber adalah anggaran yang minim untuk keamanan siber. Banyak perusahaan dan lembaga pemerintah yang masih menganggap bahwa investasi di bidang keamanan siber bukanlah prioritas utama. Akibatnya, sistem pertahanan mereka rawan terhadap serangan siber yang semakin canggih dan kompleks.

Literasi Digital yang Rendah

Rendahnya literasi digital di masyarakat juga memperparah keadaan. Banyak individu dan organisasi yang tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang risiko siber yang ada. Hal ini membuat mereka mudah menjadi target serangan, seperti phishing dan social engineering, yang memanfaatkan ketidaktahuan pengguna.

Infrastruktur Keamanan yang Terbatas

Akhirnya, terbatasnya infrastruktur keamanan siber dalam negeri menjadi tantangan utama. Meskipun Indonesia mengalami perkembangan dalam digitalisasi, infrastruktur untuk melindungi data dan menjaga privasi masih banyak yang harus dibenahi. Pada tahun 2023, sekitar 62% serangan siber di Indonesia berfokus pada pembobolan data, yang menjadi ancaman serius bagi keamanan publik dan institusi.

Serangan Siber di Sektor Manufaktur dan Keuangan

Dalam periode 2023 hingga 2024, sektor manufaktur menjadi salah satu sasaran utama bagi pelaku kejahatan siber, menyumbang 31% dari total serangan. Ini diikuti oleh instansi pemerintah dan perusahaan keuangan, masing-masing dengan proporsi 23%. Kondisi ini menunjukkan bahwa industri yang vital bagi perekonomian negara perlu memperkuat sistem keamanan sibernya untuk melindungi aset dan data sensitif.

Upaya Meningkatkan Ketahanan Siber

Menyadari ancaman yang terus mengintai, berbagai pihak, termasuk pemerintah dan institusi pendidikan, mulai mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan ketahanan siber. Direktorat Regional Positive Technologies untuk Asia Tenggara, Elena Grishaeva, menegaskan pentingnya pengembangan talenta profesional di bidang keamanan siber. Kerja sama dengan institusi pendidikan terkemuka di Indonesia untuk melatih spesialis cyber security baru adalah salah satu inisiatif yang dilakukan.

Event sebagai Platform Kolaborasi

Acara seperti Positive Hack Talks yang berlangsung di Jakarta menekankan pentingnya kolaborasi antar profesional keamanan siber. Sekitar 370 pakar dari berbagai negara berkumpul untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan. Kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat komunitas ahli dalam menghadapi serangan siber secara bersama-sama.

Melihat gambaran keseluruhan, meningkatnya serangan siber di Indonesia adalah masalah kompleks yang memerlukan perhatian dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor industri, dan masyarakat. Upaya proaktif dalam meningkatkan regulasi, anggaran, dan literasi digital akan sangat penting dalam menghadapi tantangan ini.

Berita Terkait

Back to top button