Ancaman Playlist Spotify Restoran: Denda Jutaan Rupiah Mengintai Anda!

Alunan musik di restoran dan kafe sering kali menciptakan atmosfir yang menyenangkan bagi pengunjung. Namun, ada ancaman serius yang mengintai para pemilik usaha terkait penggunaan musik dalam ruang komersial. Memutar lagu dari akun streaming pribadi seperti Spotify atau YouTube tanpa izin kini dapat berujung pada denda jutaan rupiah. Peringatan ini disampaikan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM, yang menegaskan bahwa penggunaan musik yang didengar oleh publik harus disertai dengan pembayaran royalti.

Meski konsumen mungkin merasa musik yang diputar adalah bagian dari pengalaman pribadi, DJKI menyatakan bahwa alunan tersebut merupakan pertunjukan publik. "Musik yang diputar di restoran atau ruang publik lainnya bukan konsumsi pribadi. Itu sudah termasuk pertunjukan kepada publik dan wajib membayar royalti," kata Agung Damarsasongko, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI. Ancaman denda ini trending setelah terkuaknya kasus dugaan tunggakan royalti di salah satu gerai kuliner terkenal di Bali, yang membuka fakta bahwa banyak pelaku usaha, terutama dari kategori kecil dan menengah, tidak menyadari pelanggaran yang mereka lakukan.

Matematika Royalti yang Menghantui

Skema tarif royalti yang ditetapkan DJKI juga tidak main-main. Misalnya, untuk restoran non-waralaba dengan kapasitas 50 kursi, biaya royalti dapat mencapai Rp6.000.000 per tahun, dihitung berdasarkan Rp120.000 per kursi. Untuk tempat usaha lain, seperti pusat kebugaran dan toko ritel, royalti ditentukan berdasarkan luas area, yakni sekitar Rp720 per meter persegi per bulan. Angka-angka ini menjadi beban signifikan bagi banyak pelaku usaha, terutama di tengah pemulihan ekonomi pasca-pandemi.

Kritik di Balik Aturan: Sosialisasi Minim, UMKM Terancam

Meski tujuan pemerintah dalam melindungi hak cipta patut diapresiasi, implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 ini mendapatkan kritik tajam. Banyak pemilik usaha kecil merasa "dijebak" karena tidak mendapatkan informasi yang mencukupi. "Saya sudah bayar Spotify Premium, kenapa harus bayar lagi?" adalah pertanyaan umum yang mencerminkan kebingungan massal di kalangan pelaku usaha.

DJKI sempat menyebutkan akan ada ‘keringanan’ bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), namun proses untuk mendapatkan keringanan ini tidak diuraikan dengan jelas. Banyak yang khawatir, janji ini hanya akan menjadi formalitas birokrasi yang sulit diakses oleh pelaku usaha kecil. Alhasil, aturan ini berpotensi menjadi beban baru bagi UMKM yang baru saja pulih dari dampak pandemi.

Pertanyaan kritis pun muncul terkait efektivitas pengawasan aturan ini. Akankah ada tindakan razia untuk memeriksa keabsahan penggunaan musik di kafe-kafe kecil? Atau aturan ini hanya akan tumpul ke atas dan lebih menyasar pelaku usaha kecil, yang biasanya lebih rentan? Tanpa adanya edukasi yang cukup dan mekanisme yang jelas, aturan ini justru berisiko menghambat geliat ekonomi kreatif.

Kondisi ini menciptakan dilema yang tidak kecil. Di satu sisi, menghormati hak cipta adalah tanggung jawab setiap pelaku usaha. Namun, di sisi lain, implementasi aturan yang tidak disosialisasikan dengan baik dan dibebankan pada sektor usaha yang rentan bisa dianggap tidak adil. Akibatnya, masalah ini dapat berubah dari alat perlindungan yang seharusnya menjadi mesin pemungut denda yang merugikan.

Semakin banyak pelaku usaha yang terjebak dalam ketidakpahaman ini, semakin mendesak perlunya langkah-langkah transparan dan edukatif dari pemerintah untuk memastikan bahwa semua pihak dapat mematuhi peraturan tanpa perlu merasa tertekan atau terancam dengan denda yang berat.

Berita Terkait

Back to top button