Deadbot AI: Menghidupkan Orang Mati Secara Digital dengan Teknologi Canggih

Kecerdasan buatan (AI) kini memasuki era yang mengejutkan dengan kemunculan teknologi yang dikenal sebagai deadbot AI. Teknologi ini memungkinkan penciptaan avatar digital dari orang-orang yang telah meninggal, menggunakan data yang tersedia tentang mereka untuk menciptakan representasi yang dapat "hidup" dan berinteraksi setelah mereka tidak lagi ada secara fisik. Deadbot AI tidak hanya menciptakan peluang otentik bagi orang-orang yang ingin merasakan kehadiran orang terkasih, tetapi juga memicu perdebatan etika yang mendalam.

Katarzyna Nowaczyk-Basi?ska, seorang peneliti di Leverhulme Center for the Future of Intelligence di Universitas Cambridge, menjelaskan bahwa deadbot AI menggabungkan data pribadi yang mengandung identitas individu. Ini memungkinkan kita untuk mengalami bentuk keabadian digital, di mana individu dapat "hidup" secara virtual setelah meninggal. Misalnya, dalam sebuah kasus hukum yang melibatkan pembunuhan, Stacey Wales berhasil menghadirkan video saudara laki-lakinya yang telah meninggal berbicara di ruang sidang, yang berpengaruh pada putusan hakim.

Kampanye Sosial dan Hukum

Deadbot AI tidak hanya digunakan dalam konteks personal, tetapi juga dalam kampanye sosial. Pada Februari 2024, kampanye The Shotline menggunakan suara orang-orang yang meninggal akibat kekerasan senjata untuk mengirimkan pesan kepada legislator. Ini membuka diskusi tentang bagaimana data digital orang yang telah meninggal dapat dimanfaatkan untuk tujuan sosial dan politik, serta dampak emosional yang menyertainya.

Katarzyna menggambarkan deadbot AI sebagai bentuk ‘keabadian digital’, suatu cara baru untuk mengelola kehilangan dan kesedihan. Teknologi ini menantang cara manusia berinteraksi dengan kematian dan meninggalkan kesan yang mendalam tentang pentingnya regulasi dan kerangka etika dalam penggunaan teknologi ini.

Potensi Ekonomi

Di balik tantangan etika, deadbot AI menawarkan peluang ekonomi yang cukup signifikan. Diperkirakan, industri yang berkaitan dengan akhirat digital ini dapat tumbuh menjadi hampir US$80 miliar dalam dekade mendatang. Bisnis ini dapat meliputi pembuatan deadbot AI, pengiriman pesan terjadwal dari individu yang telah meninggal, bahkan hingga promosi produk dengan menghadirkan selebritas yang sudah tiada.

James Hutson, peneliti AI dari Lindenwood University, menyatakan bahwa monetisasi dari teknologi ini akan terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun deadbot AI diharapkan dapat memberikan kenyamanan bagi yang berduka, hal yang sama juga dapat digunakan untuk kepentingan ekonomi.

Tantangan Etika yang Mendalam

Namun, munculnya deadbot AI juga menimbulkan sejumlah pertanyaan etis yang mendalam. Isu privasi, dan potensi untuk mengeksploitasi kesedihan individu untuk keuntungan finansial, menjadi sorotan dalam diskusi ini. Film dokumenter Eternal You mengungkapkan bahwa terdapat perusahaan yang mungkin memanfaatkan momen kesedihan ini untuk keuntungan pribadi.

Karena teknologi ini terus berkembang, tantangan etika yang ditimbulkan oleh deadbot AI harus segera ditangani. Menciptakan kerangka kerja seperti ini sangat penting agar teknologi yang tampaknya inovatif ini tidak menjadi bumerang yang berpotensi merugikan individu dan masyarakat.

Secara keseluruhan, deadbot AI adalah fenomena yang memadukan aspek teknis dan emosional dari keberadaan manusia. Dengan berbagai manfaat dan risiko yang ada, jelas bahwa dunia membutuhkan kerangka regulasi yang komprehensif untuk memanfaatkan teknologi ini sebaik mungkin tanpa melanggar hak dan martabat manusia.

Berita Terkait

Back to top button