AI Generatif Dorong Evolusi Edge: 80% CIO Siap Terapkan di 2027

Penggunaan kecerdasan buatan generatif (GenAI) saat ini menjadi pendorong utama evolusi infrastruktur edge di dunia bisnis. Menurut laporan terbaru dari IDC yang disusun untuk Akamai Technologies, semakin banyak organisasi yang merasa perlu untuk menata ulang model infrastruktur lama mereka untuk menanggapi tuntutan skala, kecepatan, dan kepatuhan yang terus meningkat. Laporan ini berjudul “The Edge Evolution: Powering Success from Core to Edge” menunjukkan betapa pentingnya adopsi arsitektur edge di kawasan Asia Pasifik.

Di Asia Pasifik, banyak perusahaan mulai menyadari bahwa arsitektur cloud yang tersentralisasi tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan yang berkembang. IDC memperkirakan bahwa pada tahun 2027, sekitar 80% Chief Information Officer (CIO) akan beralih dari penggunaan penyedia cloud tradisional ke layanan edge. Transisi ini dianggap sebagai langkah strategis untuk mempertahankan daya saing dalam era digital yang serba cepat ini.

Data menunjukkan bahwa meskipun 31% perusahaan di APAC telah menerapkan aplikasi GenAI dalam produksi, masih ada 64% yang berada dalam tahap uji coba. Hal ini mengungkapkan tantangan yang dihadapi banyak perusahaan saat mencoba memanfaatkan potensi GenAI. Salah satu masalah utama adalah kompleksitas multicloud yang mengakibatkan 49% dari perusahaan mengalami kesulitan dalam manajemen data karena inkonsistensi alat.

Lebih lanjut, penelitian ini mengungkapkan bahwa 50% dari 1.000 organisasi teratas di APAC mengaku menghadapi tantangan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan regulasi dan standar kepatuhan. Kenaikan biaya cloud yang tidak terduga juga menjadi penghalang utama, dengan 24% organisasi melaporkan kesulitan tersebut. Selain itu, performa aplikasi AI real-time seringkali terhambat oleh model cloud hub-and-spoke konvensional, yang menyebabkan latensi.

Parimal Pandya, Senior Vice President dan Managing Director Asia Pasifik di Akamai Technologies, menegaskan bahwa infrastruktur sangat berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh dari kecerdasan buatan. “Penelitian IDC ini menunjukkan bagaimana bisnis di Asia Pasifik mengadopsi infrastruktur berbasis edge yang lebih terdistribusi untuk memenuhi kebutuhan performa, keamanan, dan biaya beban kerja AI modern,” ujarnya.

Daphne Chung, Research Director di IDC Asia Pasifik, menambahkan bahwa strategi edge mulai diimplementasikan secara aktif untuk memenuhi tuntutan kecerdasan, kepatuhan, dan skalabilitas dalam dunia nyata. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan paradigma dalam infrastruktur TI sudah sangat diperlukan.

Berbagai negara di APAC menunjukkan kemajuan yang berbeda dalam adopsi GenAI serta infrastruktur edge. Tiongkok menjadi pemimpin dalam perluasan GenAI dengan dominasi pada solusi edge dan cloud publik. Sementara itu, Jepang mempercepat pembangunan infrastruktur AI meskipun ada kesenjangan dalam kematangan digital. India juga tengah mengembangkan infrastruktur edge demi memenuhi permintaan GenAI, sementara negara-negara ASEAN mulai mengadopsi GenAI dengan pendekatan edge-first, terutama di luar ibu kota.

Dalam menghadapi perubahan ini, perusahaan diharapkan untuk memodernisasi infrastrukturnya, baik di cloud maupun edge. Penting untuk menyelaraskan penerapan teknologi dengan kebutuhan setiap beban kerja. Keamanan data melalui kerangka kerja Zero Trust dan kepatuhan yang berkelanjutan menjadi sangat penting, demikian pula interoperabilitas yang harus diperhatikan untuk menghindari ketergantungan pada satu vendor.

Dengan memanfaatkan mitra ekosistem dan membangun kolaborasi, perusahaan dapat mempercepat penerapan AI di masa depan. Melalui langkah-langkah tersebut, organisasi tidak hanya akan mampu meningkatkan performa tetapi juga fleksibilitas dan kecerdasan operasional, sehingga tetap dapat bersaing di pasar global yang semakin menuntut inovasi dan efisiensi.

Berita Terkait

Back to top button