Pebisnis Didorong Inovasi AI Melalui Pendekatan Design Thinking

Rangkaian program Technopreneur dalam konteks Informatics Festival (IFEST) 2025 yang berlangsung dari 6 hingga 27 September ini menjadi momentum penting bagi pebisnis untuk mendorong inovasi berbasis kecerdasan buatan (AI). Diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Padjajaran, acara ini tidak hanya menyajikan pelatihan intensif, tetapi juga memberikan panduan kepada peserta untuk mengembangkan ide bisnis yang adaptif dan berkelanjutan.

Salah satu aspek kunci yang dibahas adalah design thinking, metode yang dianggap krusial dalam pelatihan ini. “Pemahaman design thinking sangat penting karena membantu peserta untuk melihat permasalahan dari sudut pandang pengguna,” ungkap Aisha Kinasih Susanto, Ketua Divisi Technopreneur IFEST 2025. Pendekatan ini mengasah pola pikir kreatif dan kolaboratif, dua kualitas yang sangat dihargai dalam dunia technopreneurship.

Dalam upaya mendukung pengalaman peserta, Innovesia, salah satu perusahaan berpengalaman dalam bidang design thinking, menawarkan bimbingan untuk mengembangkan cara berpikir yang terstruktur dan human-centered. “Kami mengajarkan peserta untuk menghasilkan ide-ide yang tidak hanya kreatif, tetapi juga mampu menyelesaikan masalah nyata di masyarakat,” kata Fiter Bagus Cahyono, pendiri Innovesia.

Anggapan bahwa inovasi hanya berasal dari kecanggihan teknologi sering kali menjadi jebakan. Banyak inovasi yang gagal karena kurangnya pemahaman tentang relevansi produk bagi pengguna. “Inovasi seringkali menjadi ilusi yang indah tetapi tidak membawa manfaat,” tambah Fiter. Dengan demikian, ia menekankan pentingnya empati dalam memulai proses inovasi. Design thinking membantu pebisnis untuk memahami masalah dari sudut pandang pengguna dan menemukan kebutuhan yang sebenarnya.

Dalam proses design thinking, ada tiga tahap besar yang diperkenalkan kepada peserta, yaitu inspiration, ideation, dan implementation. Di tahap inspiration, peserta diajak untuk memahami masalah secara mendalam. Selanjutnya, tahap ideation berfokus pada menghasilkan solusi, sedangkan implementation adalah tentang menguji dan meluncurkan solusi yang telah dirancang. “Mind journey dalam design thinking memungkinkan pebisnis untuk berpikir terbuka dan menyaring solusi terbaik,” tegas Fiter.

Technopreneur IFEST 2025 ditujukan bagi mahasiswa dari berbagai jurusan, komunitas teknologi, dan start-up yang ingin mengeksplorasi ide bisnis berbasis AI. Inisiatif ini tidak hanya berupaya mendorong individu untuk berinovasi, tetapi juga berkolaborasi demi menciptakan dampak yang lebih besar bagi masyarakat. Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, acara ini diharapkan dapat menjadi katalisator bagi lahirnya technopreneur muda yang siap menghadapi tantangan zaman.

Sebagai bagian dari upaya mendidik generasi baru technopreneur, Technopreneur IFEST 2025 menciptakan ruang eksplorasi bagi peserta untuk diskusi dan kolaborasi. Selama rangkaian acara, peserta tidak hanya belajar tentang teknologi, tetapi juga bagaimana teknologi dapat digunakan secara etis dan bertanggung jawab dalam menghadapi permasalahan di masyarakat.

Ketiga elemen penting dari design thinking—empati, kolaborasi, dan inovasi—dijadikan landasan untuk menciptakan produk yang relevan dan berguna. Dengan pendekatan yang berfokus pada pengguna, pebisnis diharapkan dapat mengembangkan solusi yang tidak hanya menarik tetapi juga dapat diterima dengan baik oleh pasar.

Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan AI, upaya mendukung inovasi berbasis kecerdasan buatan melalui design thinking menjadi lebih relevan. Melalui kegiatan seperti Technopreneur IFEST 2025, diharapkan para pebisnis akan lebih siap untuk memanfaatkan teknologi dengan cara yang lebih human-centered dan berkelanjutan. Inovasi yang dihasilkan tidak hanya diharapkan dapat menghasilkan keuntungan ekonomi, tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat secara keseluruhan.

Berita Terkait

Back to top button