DeepSeek Cuma Habiskan Rp4 Miliar untuk Biaya Pelatihan Model AI Tahun Ini

Pengembang kecerdasan buatan (AI) asal China, DeepSeek, baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp4,87 miliar (setara dengan USD294 ribu) untuk pelatihan model AI terbarunya, R1. Pengeluaran ini terbilang rendah jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh para pesaingnya di Amerika Serikat, yang mencatatkan pengeluaran mencapai lebih dari USD100 juta untuk pelatihan model sejenis. Informasi ini dipublikasikan dalam jurnal akademik Nature pada 17 September 2025, di mana pendiri DeepSeek, Liang Wenfeng, tercatat sebagai salah satu penulis.

Biaya pelatihan model AI berfokus pada penalaran ini mencakup penggunaan 512 chip Nvidia H800. Pelatihan model ini dilakukan selama total 80 jam, yang memungkinkan DeepSeek untuk mengolah data dalam jumlah besar dengan efisiensi yang tinggi. Pelatihan AI semacam ini biasanya menghabiskan biaya yang signifikan, lantaran memerlukan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit. Sebagai perbandingan, CEO OpenAI, Sam Altman, menjelaskan dalam pernyataan tahun 2023 bahwa pelatihan untuk model dasar di perusahaannya telah menelan biaya yang jauh lebih besar dari angka tersebut.

Angka yang diumumkan DeepSeek menuai perhatian karena menimbulkan pertanyaan terkait sumber daya yang mereka miliki. Beberapa pejabat AS bahkan mempertanyakan validitas klaim DeepSeek tentang biaya pengembangan dan teknologi yang mereka gunakan. Chip H800, yang digunakan DeepSeek, dikembangkan khusus untuk pasar China setelah adanya larangan ekspor dari AS terhadap chip AI yang lebih canggih, seperti H100 dan A100, pada Oktober 2022.

Beberapa laporan menyatakan bahwa DeepSeek sebenarnya memiliki akses ke sejumlah besar chip H100 yang didapatkan sebelum kontrol ekspor diberlakukan. Namun, pihak Nvidia, yang memproduksi chip tersebut, memastikan bahwa DeepSeek menggunakan chip H800 yang diperoleh secara legal. Dalam dokumen tambahan yang menyertai artikel di Nature, DeepSeek mengakui bahwa mereka juga memiliki chip A100, namun menyatakan bahwa chip itu digunakan dalam tahap persiapan untuk model yang lebih kecil, bukan dalam pelatihan model R1.

Pernyataan ini semakin mengundang perhatian, terutama setelah pejabat AS pada Juni melaporkan bahwa DeepSeek memiliki akses ke teknologi yang seharusnya dibatasi. Pertanyaan seputar kepemilikan dan penggunaan chip AI ini menimbulkan keraguan di kalangan para analis dan pakar industri, yang menunjukkan betapa kompleksnya dunia pengembangan kecerdasan buatan saat ini.

DeepSeek sendiri berusaha untuk membangun reputasi di industri yang sangat kompetitif ini. Dengan pengeluaran yang jauh lebih rendah dibandingkan pesaingnya, ada anggapan bahwa mereka mampu menawarkan solusi yang efisien sekaligus berjangka panjang. Hal ini berpotensi membuka jalan bagi perusahaan asal China ini untuk menarik perhatian lebih luas serta investasi di masa depan.

Sebagai catatan, pengembangan dan pelatihan model AI yang canggih seperti DeepSeek R1 bukan sekadar mengejar angka-angka biaya, tetapi juga mencakup kemampuan untuk menangani pemrosesan data yang kompleks. Hal ini menjadi semakin penting seiring dengan meningkatnya permintaan untuk aplikasi AI dalam berbagai sektor, mulai dari layanan pelanggan hingga analisis data besar.

Para ahli industri memperkirakan bahwa bidang AI akan terus berkembang pesat, dengan pengembang, baik yang dari AS maupun negara lainnya, bersaing untuk membangun model yang lebih efisien dan efektif. Dalam konteks ini, DeepSeek berada di posisi yang menarik: di satu sisi menikmati biaya pelatihan yang lebih rendah, namun di sisi lain harus memastikan bahwa mereka mematuhi regulasi dan etika yang berlaku untuk mempertahankan kredibilitas di pasar global.

Dengan kemajuan teknologi yang cepat dan lanskap yang selalu berubah, bisa jadi langkah DeepSeek ini akan menjadi titik awal untuk inovasi lebih lanjut dalam pengembangan AI di masa depan.

Berita Terkait

Back to top button