Publik telah dihebohkan oleh dua peristiwa gempa bumi yang terjadi dalam waktu berdekatan. Pada Senin malam, 30 September 2025, Filipina diguncang gempa berkekuatan Magnitudo 6,9, yang menewaskan puluhan orang dan menyebabkan kerusakan infrastruktur yang signifikan. Tak lama setelah itu, pada Selasa dini hari 1 Oktober 2025, guncangan kuat kembali terjadi di Sumenep, Madura, dengan magnitudo 6,5. Fenomena beruntun ini memicu spekulasi di kalangan masyarakat mengenai kemungkinan adanya keterkaitan antara kedua gempa tersebut.
Kronologi Dua Gempa
Gempa kuat di Filipina terjadi di Pulau Cebu, tepatnya pukul 19.00 waktu setempat. Laporan resmi menyebutkan korban jiwa mencapai 69 orang, dengan ratusan lainnya mengalami luka-luka akibat reruntuhan. Getaran hebat ini menyebabkan kepanikan di berbagai daerah.
Setelahnya, sekitar tiga jam kemudian, gempa mengguncang Sumenep pada 1 Oktober 2025 pukul 00.09 WIB dengan magnitudo 6,5. Pusat gempa berada di laut, sekitar 50 kilometer tenggara Sumenep, dengan kedalaman 11 kilometer. Dampak guncangan terasa hingga beberapa daerah di Jawa Timur dan menyebabkan lebih dari 20 bangunan rusak dengan beberapa warga terluka.
Analisis Mekanisme Gempa
BMKG menjelaskan bahwa kedua gempa tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Gempa di Filipina tergolong gempa tektonik dengan mekanisme pergeseran mendatar, khas kawasan pertemuan lempeng Pasifik dan Eurasia. Sebaliknya, gempa Sumenep merupakan gempa tektonik dangkal dengan mekanisme gerakan naik, di kawasan sesar aktif di lepas pantai Madura.
Perbedaan mendasar dalam jenis sesar dan lokasi geologis menunjukkan bahwa kedua gempa tidak saling berhubungan. Filipina secara geologis terletak di antara lempeng Pasifik dan Eurasia, sedangkan Sumenep terletak di zona interaksi antara Lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
Klarifikasi dari BMKG
Spekulasi bahwa gempa Filipina memicu gempa di Sumenep segera dibantah oleh BMKG. Badan ini menegaskan bahwa hasil pemodelan seismologi menunjukkan tidak ada pengaruh antara kedua gempa. Energi yang dihasilkan oleh gempa berskala regional seperti yang terjadi di Filipina tidak dapat langsung ditransfer ke zona sesar di Indonesia. Hal ini diperkuat oleh jarak ribuan kilometer antara keduanya, yang menjadikan sistem tektonik masing-masing berbeda.
Pernyataan BMKG menegaskan bahwa meskipun kedua peristiwa terjadi dalam waktu yang berdekatan, tidak ada hubungan fisik yang dapat dibuktikan. Ini berarti bahwa kedua kejadian ini adalah kebetulan geologis tanpa adanya hubungan sebab-akibat.
Dampak dan Pelajaran Berharga
Meskipun tidak terkait, kedua gempa ini memberikan pelajaran penting bagi masyarakat di kawasan rawan gempa, seperti Asia Tenggara. Di Filipina, banyak nyawa melayang dan berbagai infrastruktur hancur. Di Sumenep, meskipun korban jiwa relatif kecil, kerusakan bangunan cukup signifikan dan menimbulkan trauma psikologis bagi warga.
Kedekatan waktu antara dua gempa besar ini memang membuat masyarakat bertanya-tanya. Narasi yang menyebar di media sosial cepat menarik perhatian publik. Namun, dalam ilmu seismologi, hubungan antar gempa lebih didasarkan pada mekanisme sumber, lokasi episenter, dan interaksi sesar, bukan pada waktu kejadian.
Masyarakat diharapkan tetap waspada terhadap potensi gempa di Indonesia. Namun, penting untuk selalu merujuk pada sumber informasi resmi dan ilmiah agar tidak terjebak dalam spekulasi yang menyesatkan. Dengan kesadaran dan pengetahuan yang cukup, diharapkan dapat mengurangi dampak dan risiko bencana di masa yang akan datang.
Src: https://www.suara.com/tekno/2025/10/01/174940/gempa-filipina-dan-sumenep-saling-berhubungan-cek-faktanya?page=all





