
Di tengah euforia pasar yang menyertai perkembangan cepat kecerdasan buatan (AI), kesepakatan monumental antara Nvidia dan OpenAI senilai USD100 miliar mulai memicu kekhawatiran akan krisis finansial yang dapat mengulangi tragedi gelembung dot-com dua dekade lalu. Nvidia, produsen utama chip untuk AI, merencanakan investasi besar untuk membantu OpenAI membangun pusat data super masif. Namun, mekanisme dari kesepakatan ini justru menimbulkan pertanyaan serius tentang keberlanjutan dan risiko yang dihadapi oleh kedua perusahaan.
Mekanisme Kesepakatan yang Dipertanyakan
Kesepakatan yang tampak menguntungkan ini mengungkapkan keanehan dalam cara Nvidia beroperasi. Alih-alih menjual chipnya, Nvidia akan menyewakannya kepada OpenAI, sebuah langkah yang memunculkan dugaan adanya "pembiayaan sirkular". Konsep ini menggambarkan situasi di mana perusahaan meminjamkan uang kepada pihak lain dengan syarat bahwa dana tersebut digunakan untuk mendapatkan produk dari perusahaan tersebut. Misalnya, seperti perusahaan mobil yang memberi pinjaman kepada perusahaan taksi hanya untuk menyewakan mobil kepada mereka.
Analis dari Seaport Global, Jay Goldberg, berkomentar bahwa kesepakatan ini menunjukkan perilaku yang mencurigakan, sama seperti yang terjadi pada era gelembung lainnya. Sementara itu, Stacy Rasgon dari Bernstein Research menekankan bahwa model ini pasti akan memicu masalah di masa depan.
Kekhawatiran akan Sejarah yang Terulang
Sejarah kembali menunjukkan tanda-tanda yang mencemaskan. Dalam dua puluh lima tahun terakhir, perusahaan-perusahaan telekomunikasi seperti Nortel dan Lucent mengalami kerugian besar setelah meminjamkan uang kepada operator untuk membeli peralatan mereka. Saat pasar tidak mampu menampung pasokan yang berlebihan, nilai perusahaan-perusahaan ini anjlok drastis.
Kondisi saat ini menciptakan pertaruhan di atas pondasi yang tampak rapuh. OpenAI sendiri mencatat kerugian signifikan USD5 miliar pada tahun lalu, dengan pendapatan yang terbilang rendah hanya USD3,7 miliar. Meskipun proyeksi pendapatan untuk tahun ini bisa mencapai USD20 miliar, diperkirakan mereka akan tetap merugi. CEO Sam Altman bahkan dengan berani menyampaikan bahwa perusahaan mungkin harus "menanggung kerugian untuk waktu yang cukup lama".
Pertumbuhan yang Tidak Seimbang
Pertumbuhan industri AI dikritik karena dibangun di atas ekspektasi yang tidak realistis. Laporan dari firma konsultan Bain menyebutkan bahwa sektor ini memerlukan pendapatan tahunan mencapai USD2 triliun untuk mendanai investasi modal sebesar USD500 miliar per tahun. Namun, kekurangan yang dihadapi diperkirakan mencapai USD800 miliar, sebuah angka yang menambah kecemasan di kalangan investor.
Situasi ini semakin diperparah oleh perbedaan tajam antara pertumbuhan pasar saham dan ekonomi nyata. Indeks S&P 500 telah meroket dari 666 pada Maret 2009 menjadi sekitar 6.688 saat ini, sebuah kenaikan yang tidak sebanding dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AS yang hanya sedikit lebih dari dua kali lipat dalam periode yang sama. Peningkatan dalam pasar saham ini berfokus pada segelintir perusahaan teknologi terbesar yang kini mendominasi kapitalisasi pasar secara keseluruhan.
Implikasi bagi Masa Depan Industri AI
Sementara Nvidia dan OpenAI melanjutkan kerjasama ini, berbagai elemen risiko dan ketidakpastian terus menghantui. Kesepakatan ini bukan hanya sekadar investasi; ia menggambarkan proses yang dapat berdampak luas pada industri AI dan pasar saham. Banyak yang bertanya-tanya, apakah kita akan menyaksikan tragedi finansial lain yang diakibatkan oleh optimisme berlebih dalam sektor teknologi?
Pasar yang terlampau optimis bisa memicu kejatuhan yang berkepanjangan. Investor perlu menggali lebih dalam dan menganalisis potensi risiko yang mendasari kolaborasi besar ini. Sementara itu, Nvidia sebagai pemimpin di pasar chip perlu berhati-hati agar tidak terjebak dalam siklus pembiayaan yang dapat merugikan.
Source: tekno.sindonews.com





