Riset: Kerugian Scam di Indonesia Capai Rp 49 Triliun Sepanjang Tahun

Kerugian akibat penipuan digital di Indonesia mencapai angka fantastis sepanjang tahun ini, dengan total mencapai Rp 49 triliun atau sekitar US$ 3,3 miliar. Data ini diungkapkan oleh laporan terbaru dari Global Anti-Scam Alliance (GASA) bekerja sama dengan Indosat Ooredoo Hutchison dalam Indonesia State of Scams Report 2025.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa 14% dari orang dewasa di Indonesia mengaku pernah kehilangan uang karena kasus penipuan dalam 12 bulan terakhir, dengan rata-rata kerugian per korban mencapai Rp 1.723.310 atau setara US$ 114,85. “Sekitar dua pertiga orang dewasa Indonesia pernah menghadapi penipuan, dan sebagian besar mengalami penipuan tersebut beberapa kali dalam sebulan,” ujar Bryan D. Hamley, APAC Director GASA, saat konferensi pers di Jakarta Selatan pada Jumat (31/10).

Pola Penipuan dan Korban Berdasarkan Generasi

Kelompok milenial mengalami kerugian paling besar dibandingkan generasi lain, dengan rata-rata kehilangan mencapai Rp 1,95 juta per korban. Sementara generasi baby boomers rata-rata kehilangan sekitar Rp 1 juta. Menariknya, bahkan individu yang merasa “selalu bisa mengenali penipuan” tetap kehilangan uang rata-rata Rp 576 ribu dalam setahun terakhir.

Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa sebanyak 66% orang dewasa di Indonesia pernah memperoleh paparan terhadap penipuan digital. Dari jumlah tersebut, 35% berakhir menjadi korban. Rata-rata setiap orang menghadapi 55 kali percobaan scam dalam setahun atau sekitar satu kali dalam seminggu.

Jenis Penipuan yang Paling Sering Terjadi

Berdasarkan data yang dikumpulkan, tiga jenis penipuan digital yang paling sering dialami masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. Penipuan investasi (63%)
  2. Penipuan belanja online (55%)
  3. Penipuan penggalangan dana atau amal palsu (55%)

Metode pembayaran yang paling sering digunakan para pelaku adalah transfer bank, mencapai 65%, diikuti oleh dompet digital sebesar 43%. GASA mencatat bahwa sebagian besar percobaan penipuan, yakni 85%, terjadi melalui platform pesan langsung seperti WhatsApp, Telegram, dan media sosial. Panggilan telepon dan SMS menjadi metode berikutnya yang juga masih cukup marak.

Upaya Masyarakat dalam Melawan Penipuan

Untuk memeriksa keaslian suatu tawaran, masyarakat biasanya melakukan beberapa langkah preventif seperti mencari ulasan di situs lain (36%), mengecek nomor kontak yang tersedia (35%), memastikan keberadaan perusahaan di media sosial (30%), dan berkonsultasi dengan keluarga atau teman (32%). Meskipun demikian, kepercayaan diri dalam mengenali penipuan tidak selalu dapat diandalkan. Bryan menuturkan, “86% orang Indonesia merasa yakin bisa mengenali penipuan, bahkan 18% merasa selalu bisa mengenali scam. Namun nyatanya banyak dari mereka tetap menjadi korban.”

Dampak Psikologis dari Penipuan

Selain kerugian finansial yang sangat besar, dampak psikologis juga dirasakan cukup parah oleh korban. Sebanyak 51% korban mengaku mengalami stres berat usai menjadi korban penipuan. “Bukan hanya malu, tapi juga kehilangan uang hasil kerja keras yang seharusnya untuk kebutuhan pokok keluarga. Hal ini membuat banyak orang merasa terpukul,” jelas Bryan.

Beberapa kasus besar yang menimpa masyarakat melibatkan penipuan investasi dan kripto dengan skema pengembalian palsu. Korban bahkan ada yang kehilangan ratusan juta hingga miliaran rupiah karena tergiur dengan janji keuntungan tinggi yang tidak realistis.

Kolaborasi dan Upaya Pencegahan

GASA menekankan pentingnya kesadaran publik yang terus ditingkatkan melalui edukasi dan kampanye intensif. Selain itu, kolaborasi lintas sektor sangat diperlukan, melibatkan perbankan, operator telekomunikasi, penyedia layanan fintech, e-commerce, dan platform media sosial. Dukungan hukum dan psikologis untuk korban juga menjadi bagian dari strategi penanganan yang komprehensif.

“Kami terus berupaya membangun internet yang lebih aman dan terpercaya. Media massa juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap kejahatan digital,” pungkas Bryan.

Data riset ini menjadi peringatan bagi semua pihak untuk lebih waspada dan proaktif dalam menghadapi ancaman penipuan digital yang terus berkembang dan semakin canggih. Upaya bersama diharapkan dapat mengurangi dampak kerugian yang sangat besar dan melindungi masyarakat di era digital saat ini.

Source: katadata.co.id

Berita Terkait

Back to top button