Kata Kreator Konten Mengenai Wacana Sertifikat Wajib untuk Influencer Ala Cina, Setujukah?

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah mengkaji wacana dari pemerintah Cina yang mewajibkan influencer memiliki sertifikat jika ingin membuat konten sensitif. Kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan publik dan mencegah penyebaran informasi salah di media sosial.

Di Cina, pengaruhin diwajibkan menyerahkan bukti sertifikasi dalam waktu dua bulan sejak Oktober lalu. Setiap konten tentang kedokteran, hukum, pendidikan, dan keuangan juga harus mencantumkan sumber informasi yang jelas, terutama jika menggunakan teknologi kecerdasan buatan.

Pandangan Kreator Konten Indonesia

Lianna Nathania, kreator konten matematika di TikTok dengan 3,7 juta pengikut, mengaku tidak berlatar pendidikan matematika resmi. Namun, dia tetap memastikan semua trik berhitung yang dibagikan sudah diuji secara pribadi dan diberi catatan keterbatasan penggunaannya. Cara ini dipakai sebagai bentuk tanggung jawab kepada audiens.

Hal serupa disampaikan Halimah, kreator parenting dan kesehatan mental dengan 1,3 juta pengikut di TikTok. Melalui program pelatihan seperti Mindflow Makers, Halimah belajar membuat konten berdasarkan data dan sumber terpercaya. Ia menegaskan meski bukan psikolog, kredibilitas tetap dijaga lewat referensi yang tepat.

Bima Nasution, kreator konten astronomi, juga menyoroti peran platform dalam menjaga akurasi. Melalui Trusted Creator Lab, Bima mendapat pelatihan agar kontennya berisi data faktual yang dapat dipertanggungjawabkan. Ia tidak berlatar astronomi formal, tetapi belajar dan mendalami berdasarkan hobi.

Kajian Kebijakan Sertifikasi Influencer di Indonesia

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Komdigi, Bonifasius Wahyu Pudjianto, menyatakan pihaknya masih melakukan diskusi dan analisis internal terkait kemungkinan penerapan kebijakan serupa di Indonesia. Informasi ini masih baru dan sedang dikaji secara mendalam bersama berbagai pemangku kepentingan.

Bonifasius menuturkan bahwa Komdigi terus memantau berbagai kebijakan negara lain demi menjaga ekosistem digital. Ia memberi contoh aturan di Australia yang membatasi penggunaan media sosial bagi anak di bawah umur sebagai inspirasi penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang perlindungan anak dalam penyelenggaraan sistem elektronik.

Meskipun begitu, Bonifasius menegaskan bahwa penerapan sertifikasi influencer di Indonesia masih sebatas wacana. Dia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kompetensi kreator dan kebebasan berekspresi tanpa terlalu membatasi kreativitas mereka.

Bonifasius juga menggarisbawahi perlunya dialog terbuka sebelum mengambil keputusan final. Menurut dia, perlu dipertimbangkan bagaimana mekanisme sertifikasi tersebut diterapkan, siapa yang akan diatur, serta adanya tingkatan atau grade yang jelas untuk para kreator konten.

Peran Platform Digital dalam Kredibilitas Konten

Para kreator sepakat bahwa platform digital memegang peran penting dalam meningkatkan kualitas dan kredibilitas konten edukatif. Program pelatihan dan verifikasi kreator oleh platform menjadi salah satu solusi dalam memastikan konten yang tayang berbasis data dan fakta.

Di tengah potensi penerapan kebijakan sertifikasi, metode pelatihan dan pembekalan kemampuan buat kreator dinilai efektif menjaga integritas konten. Hal ini penting agar audiens mendapatkan informasi yang valid tanpa membatasi inovasi dan kreatifitas di dunia digital.

Penerapan kebijakan seperti di Cina akan membawa dampak signifikan bagi ekosistem konten digital. Oleh sebab itu, kajian mendalam dan pembahasan lintas pihak tetap menjadi langkah utama sebelum suatu regulasi resmi diberlakukan di Indonesia.

Baca selengkapnya di: katadata.co.id

Berita Terkait

Back to top button