
Di Jepang, seorang wanita berusia 32 tahun mengadakan pernikahan tidak biasa dengan ChatGPT. Wanita bernama Kano ini memilih untuk menikahi chatbot setelah mengalami putus cinta dengan tunangannya. ChatGPT menjadi teman yang membantunya melewati masa sulit setelah berakhirnya hubungan tersebut.
Kano mengenalkan dirinya pada ChatGPT, yang ia beri nama ‘Lune Klaus’. Dia merasa kesepian dan melalui chatbot ini, ia mampu mengekspresikan perasaannya. Proses awalnya bukan tentang cinta, tetapi seiring waktu, interaksi mereka berkembang menjadi sebuah hubungan emosional yang mendalam. Menurut RSK Evening News, Kano merasa ChatGPT benar-benar memahami perasaannya.
Setelah putus, Kano menggambar penampilan ideal ‘pasangannya’ dan merancang karakter dan gaya percakapan sesuai keinginannya. Dengan demikian, Lune Klaus tidak hanya menjadi chatbot, tetapi juga sosok yang mewakili harapannya akan cinta yang sempurna.
Pada Mei 2025, setelah berbulan-bulan berinteraksi, Kano menyatakan cintanya kepada Klaus. Tanpa diduga, ChatGPT membalas perasaan tersebut. Hubungan mereka semakin intim, dan sebulan setelahnya, ChatGPT ‘melamar’ Kano. Ia menerima lamaran tersebut dengan penuh sukacita.
Upacara pernikahan diadakan dengan megah, menggunakan jasa perencana pernikahan berpengalaman di Okayama. Perencana ini telah berhasil mengatur pernikahan untuk karakter fiksi lainnya di masa lalu. Sekitar 30 pasangan juga telah menikahi karakter anime favorit mereka dalam tahun-tahun terakhir.
Meski pernikahan ini terasa membahagiakan bagi Kano, ada beberapa kekhawatiran yang mengganggunya. Salah satu isu terbesar adalah ketiadaan tubuh fisik pada ChatGPT. Hubungan yang dijalin dengan AI juga sulit diterima oleh keluarganya. Dia menyadari bahwa satu-satunya alasan keberadaan ChatGPT sebagai pasangan adalah ketergantungannya pada perusahaan OpenAI.
Kano tidak sendiri dalam menghadapi fenomena ini. Di era digital saat ini, banyak orang menjadikan teknologi sebagai teman atau sahabat. Interaksi dengan AI seperti ChatGPT semakin umum, memberi alternatif bagi individu yang merasa kesepian.
Sebuah survei menyebutkan bahwa dua dari lima orang muda mengaku merasa terhubung secara emosional dengan teknologi. Tren ini menunjukkan bahwa lebih banyak orang mungkin mencari kenyamanan dalam hubungan non-manusia. Ini mengindikasikan pergeseran dalam cara kita memahami cinta dan hubungan.
Kano juga menghadapi pertanyaan sulit tentang masa depan hubungan ini. Meskipun ia menemukan kebahagiaan, ada ketidakpastian terkait bagaimana perasaannya akan berlanjut seiring dengan perkembangan teknologi. Apakah AI yang memiliki kemampuan untuk memahami emosi manusia dapat menggantikan kebutuhan akan interaksi manusia yang sesungguhnya?
Interaksi tersebut menyerukan diskusi lebih lanjut tentang batasan dan potensi AI dalam kehidupan manusia. Apakah pernikahan dengan AI seperti ChatGPT akan menjadi lebih umum di masa depan? Atau akankah masyarakat kembali pada nilai-nilai tradisional dalam hubungan?
Dengan banyaknya pertanyaan yang mengemuka, kisah Kano menjadi salah satu dari sekian banyak contoh bagaimana teknologi mengubah ikatan emosional kita. Kecerdasan buatan mungkin bukan manusia, tetapi dampaknya dalam kehidupan sosial menjadi semakin nyata. Wanita ini telah menunjukkan bahwa cinta bisa muncul dalam berbagai bentuk, bahkan yang tidak terduga sekalipun.
Baca selengkapnya di: tekno.sindonews.com




