Serangan Siber Lumpuhkan Jaguar Selama 5 Minggu: Kerugian Rp3,9 T dan Proyeksi Rp50 T yang Ambyar!

Sebuah serangan siber yang melumpuhkan Jaguar Land Rover (JLR) berlangsung selama lima minggu dan menyebabkan kerugian yang fantastis. Korban serangan ini, yang berlangsung dari tanggal 2 September hingga 8 Oktober 2025, ditangani oleh kelompok peretas bernama Scattered Lapsus$ Hunters. JLR mengalami kerugian finansial yang tidak hanya berupa biaya instan sebesar Rp3,9 triliun, tetapi juga proyeksi arus kas yang berantakan hingga mencapai Rp50 triliun.

Produksi di tiga pabrik JLR di Inggris terhenti total selama serangan tersebut. Dalam kondisi normal, pabrik-pabrik tersebut mampu memproduksi sekitar 1.000 mobil per hari. Namun, karyawan terpaksa dirumahkan, dan rantai pasokan perusahaan pun freeze. Dampak serangan ini jelas terlihat di laporan keuangan terakhir mereka.

Kerugian Melonjak Drastis

Data terbaru mencatat bahwa kerugian sebelum pajak JLR pada kuartal kedua mencapai Rp9,7 triliun. Ini menurun drastis dari keuntungan Rp7,96 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Lebih lanjut, margin EBIT JLR terperosok ke negatif 8,6% dari sebelumnya positif 5,1%. Proyeksi keuangan mereka untuk tahun fiskal 2026 pun terpaksa direvisi, menciptakan gambaran suram bagi perusahaan otomotif ini.

Proyeksi Masa Depan yang Gelap

Dalam laporan keuangan yang dirilis pada 15 November 2025, JLR mengungkapkan prediksi mereka untuk margin operasi di tahun fiskal 2026 hanya berada di kisaran 0% hingga 2%. Ini merupakan penurunan signifikan dari target awal yang optimis sebesar 5% hingga 7%. Kondisi ini menunjukkan betapa seriusnya dampak yang ditimbulkan oleh serangan siber tersebut.

Lebih lanjut, proyeksi arus kas bebas JLR untuk tahun 2026 kini diprediksi negatif sebesar £2,2 hingga £2,5 miliar. Angka ini berbanding terbalik dengan harapan sebelumnya yang menginginkan arus kas yang seimbang. Serangan siber ini tidak hanya menghancurkan keuntungan kuartalan, tetapi juga menjadikan masa depan perusahaan semakin kabur.

Badai di Dalam Badai

Dampak dari serangan ini pun semakin diperparah dengan kondisi pasar yang lemah. JLR menghadapi tantangan ganda, yaitu penurunan permintaan mobil mewah di China dan masalah pasokan semikonduktor yang kian memburuk. Hal ini menyebabkan volume penjualan JLR anjlok 24,2%. CEO JLR, Adrian Mardell, mengakui bahwa situasi saat ini sangat menantang dan penyelidikan serangan siber tersebut masih berlangsung.

Penting untuk dicatat bahwa serangan ini diakui oleh Bank of England sebagai alasan utama PDB Inggris yang lebih lemah dari perkiraan pada Kuartal 3 tahun 2025. Situasi semakin genting ketika Pemerintah Inggris interveni dengan menyetujui jaminan pinjaman sebesar £1,5 miliar untuk membantu memulihkan rantai pasokan dan menstabilkan produksi JLR.

Keuntungan yang Menipu

Meski di tengah krisis, Tata Motors Passenger Vehicles melaporuntuk mengalami lonjakan laba bersih kuartalan sebanyak 22 kali lipat. Namun, laba tersebut berasal dari keuntungan pemisahan unit yang menggantungkan laporan di atas kertas. Jika keuntungan ini diabaikan, perusahaan justru mencatat kerugian sebesar Rp1,2 triliun, sebagian besar dikarenakan menurunnya volume penjualan JLR.

Dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi JLR, masa depan perusahaan ini tampak gelap. Serangan siber yang menghentikan operasional mereka, disertai dengan kondisi pasar yang memburuk, menciptakan kombinasi berbahaya. Ini adalah contoh nyata bagaimana teknologi dan keamanan siber dapat memengaruhi dunia bisnis secara besar-besaran. Kegiatan kejahatan siber semakin menjadi perhatian dan menunjukkan betapa pentingnya perlindungan digital dalam menghadapi tantangan zaman modern.

Baca selengkapnya di: tekno.sindonews.com

Berita Terkait

Back to top button