Komdigi Batasi Anak Bermain Medsos, Malaysia Siap Larang Mulai 2026: Apa Dampaknya?

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Indonesia mengambil langkah tegas untuk membatasi anak-anak dalam menggunakan media sosial melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, yang dikenal dengan PP Tunas. Regulasi ini bertujuan melindungi anak dari risiko berbahaya di dunia maya, seperti perundungan siber, penipuan, dan pelecehan seksual online.

Berbeda dengan Indonesia yang menerapkan pembatasan usia, Malaysia memilih kebijakan yang lebih ketat dengan melarang anak-anak mengakses media sosial mulai tahun 2026. Menteri Komunikasi dan Digital Malaysia, Fahmi Fadzil, menyebut bahwa larangan ini menindaklanjuti upaya perlindungan anak yang lebih komprehensif dengan melihat keberhasilan skema serupa di Australia dan negara lain.

Strategi Komdigi dalam Melindungi Anak di Dunia Digital

PP Tunas mulai berlaku sejak 1 April 2025, dan menjadi turunan dari UU Perlindungan Data Pribadi. Regulasi ini mengatur agar Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) wajib melakukan verifikasi usia pengguna, membatasi akses ke fitur berisiko tinggi, sampai menyediakan kontrol orang tua. Tujuannya adalah menciptakan ruang digital yang aman dan layak bagi anak-anak.

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi, Alexander Sabar, menjelaskan bahwa platform digital, termasuk gim online, harus menerapkan standar minimum keamanan dengan moderasi konten yang ketat melalui Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN). Ia menegaskan bahwa ini membangun fondasi penting untuk perlindungan anak.

Klasifikasi Usia dan Konten Berdasarkan IGRS

Indonesia mengacu pada Indonesia Game Rating System (IGRS) untuk menentukan batas usia dan konten yang sesuai, guna menunjang implementasi PP Tunas. Berikut kategori usia dan batasan kontennya:

  1. 3+ (Semua Usia): Konten aman, tidak mengandung unsur kekerasan, rokok, narkoba, bahasa kasar, pornografi, atau interaksi online.
  2. 7+ (Anak Sekolah Dasar): Boleh mengandung fantasi ringan, tanpa kekerasan berlebih, tanpa humor dewasa, dan tanpa interaksi online langsung.
  3. 13+ (Remaja Awal): Memungkinkan kekerasan animasi ringan, humor dewasa ringan, dan interaksi online terbatas dengan filter bahasa.
  4. 15+ (Remaja Menengah): Diperbolehkan kekerasan moderat, humor dewasa non-seksual, dan interaksi online dengan filter.
  5. 18+ (Dewasa): Konten mengandung kekerasan berat, rokok, alkohol, dan fitur percakapan bebas, namun tanpa pornografi eksplisit.

Penerapan klasifikasi ini menjadikan anak-anak dapat mengakses media sosial dengan batasan fitur serta pengawasan orang tua, berbeda dengan kebijakan penuh pelarangan di Malaysia.

Kesiapan Platform Media Sosial dan Gim Online

Beberapa platform digital, seperti Roblox, telah menyatakan kesiapannya mengikuti aturan tersebut dengan menyesuaikan karakteristik konten dan menambah fitur keamanan. Roblox misalnya, memperkenalkan fitur obrolan berdasarkan usia untuk membatasi interaksi hanya antar pengguna dengan kelompok usia yang sama.

Roblox juga akan mulai menerapkan verifikasi usia pada awal Desember 2025 di sejumlah pasar seperti Australia dan Belanda, dan memperluasnya ke negara lain termasuk Indonesia pada Januari 2026. Langkah ini menunjukkan komitmen platform dalam meningkatkan keamanan anak di dunia maya.

Direktur Penyidikan Digital Kementerian Komdigi, Irawati Tjipto Priyanti, menegaskan bahwa para penyelenggara sistem elektronik memahami kewajiban mereka dan menunjukkan niat baik untuk mematuhi regulasi. Komunikasi intensif antara pemerintah dan platform digital menjadi kunci keberhasilan penerapan PP Tunas.

Perbandingan Kebijakan Indonesia dan Malaysia

Sementara Malaysia memilih larangan total bagi anak-anak bermain media sosial mulai 2026, Indonesia menggunakan pendekatan pembatasan usia dan pengawasan ketat. Model Indonesia lebih fleksibel dan berorientasi pada edukasi sekaligus pengawasan orang tua.

Langkah ini mengacu pada tren global tentang perlindungan anak di dunia digital yang semakin mendapat sorotan. Beberapa negara seperti Australia, Prancis, Spanyol, dan Italia juga menguji metode pembatasan akun berdasarkan usia demi mengurangi dampak negatif media sosial terhadap kesehatan mental anak-anak.

Indonesia dan Malaysia kini menunjukkan dua pendekatan berbeda dalam menghadapi ancaman media sosial pada anak. Meski berbeda, keduanya sama-sama berfokus untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan mendukung tumbuh kembang anak.

Penerapan PP Tunas di Indonesia menjadi pijakan regulasi yang kuat untuk masa depan ruang digital, sehingga platform digital bisa tumbuh tanpa mengorbankan keselamatan pengguna muda. Implikasi kebijakan ini akan terlihat dalam beberapa tahun ke depan, seiring penerapan regulasi dan respons teknologi dari penyelenggara sistem elektronik.

Baca selengkapnya di: katadata.co.id
Exit mobile version