Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa penyaluran kredit perbankan telah mencapai Rp8.059,79 triliun per Juni 2025. Angka ini mencerminkan pertumbuhan sebesar 7,77% secara tahunan (year on year/YoY), meskipun terdapat perlambatan dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 8,43% YoY. Pertumbuhan ini menunjukkan dinamika yang berbeda di dalam sektor-sektor ekonomi.
Pertumbuhan Sektor Tambang yang Signifikan
Dalam konferensi pers yang diadakan pada Senin, 4 Agustus 2025, Kepala Pengawas Eksekutif Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa sektor pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan yang signifikan, mencapai 20,69% YoY. Angka ini menunjukkan potensi bisnis yang tinggi di sektor ini, dan menjadi salah satu pendorong utama dalam penyaluran kredit perbankan. Selain itu, sektor jasa juga menunjukkan pertumbuhan yang mencolok sebesar 19,17%, diikuti oleh sektor transportasi dan komunikasi dengan pertumbuhan 17,94%, serta sektor listrik, gas, dan air yang tumbuh 11,23%.
Perhatian pada Manajemen Risiko
Dian menambahkan bahwa dalam penyaluran kredit, khususnya dalam sektor pertambangan, bank-bank juga mempertimbangkan potensi bisnis di masa depan dan keselarasan dengan kepentingan nasional serta rencana energi yang ada. Manajemen risiko tetap menjadi agenda utama yang harus diperhatikan. Oleh karena itu, meskipun sektor tambang sedang berkembang, risiko-risiko yang ada harus tetap dikelola dengan baik agar tidak berdampak negatif pada stabilitas ekonomi.
Jenis Penggunaan Kredit
Dari jenis penggunaan kredit, pertumbuhan Kredit Investasi menunjukkan angka tertinggi yaitu sebesar 12,53%. Sementara itu, Kredit Konsumsi tumbuh sebesar 8,49%, dan Kredit Modal Kerja mengalami pertumbuhan yang lebih rendah, yakni sebesar 4,45% YoY. Kenaikan ini menunjukkan bahwa sektor investasi menjadi fokus utama, sejalan dengan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Porsi Pemilik Bank dan Debitur
Dalam hal kepemilikan, kredit dari bank umum swasta nasional mengalami pertumbuhan yang paling tinggi, mencapai 10,78% YoY. Kredit korporasi juga tumbuh dengan angka yang sama, sementara kredit untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tumbuh pada angka yang lebih rendah, yakni 2,18%. Ini menunjukkan bahwa perbankan masih berfokus pada pemulihan kualitas kredit untuk UMKM, yang merupakan bagian penting dari perekonomian nasional.
Kualitas Kredit dan Ketahanan Perbankan
Kualitas kredit di industri perbankan masih terjaga baik, dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,22%, yang sedikit menurun dibandingkan bulan Mei 2025. Rasio NPL net juga mengalami penurunan menjadi 0,84%, dari sebelumnya 0,85%. Angka Loan at Risk (LaR) juga menunjukkan tren penurunan, dengan data terkini mencatatkan angka 9,73%. Hal ini mengindikasikan stabilitas yang baik dalam pengelolaan risiko kredit.
Modal dan Ketahanan Dalam Menghadapi Ketidakpastian Global
Ketahanan perbankan tetap kuat, sebagaimana terlihat dari tingkat permodalan (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang berada di level tinggi sebesar 25,81%. Angka ini meningkat dibandingkan Mei 2025 yang tercatat sebesar 25,48%. Modal yang kuat menjadi bantalan dalam mitigasi risiko, membantu perbankan untuk bisa bertahan di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global saat ini.
Sebagai langkah menuju keberlanjutan, beberapa bank juga telah menetapkan target net zero emission, selaras dengan Target Pemerintah tahun 2060. Hal ini menunjukkan bahwa sektor keuangan berkomitmen untuk berpartisipasi dalam pembangunan yang lebih ramah lingkungan sambil tetap meningkatkan penyaluran kredit di sektor-sektor yang berpotensi.
Dengan berbagai faktor tersebut, terlihat jelas bahwa perbankan di Indonesia memiliki peranan signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama sektor-sektor yang menunjukkan kinerja positif.
