Kejanggalan Data BPS: Ekonomi Tumbuh 5,12% Ditepis Istana

Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk triwulan II tahun 2025 mencapai 5,12%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang hanya tumbuh 4,87%. Namun, pengumuman ini tidak lepas dari skeptisisme dari berbagai kalangan. Beberapa ekonom meragukan validitas angka tersebut, mengingat tidak ada faktor signifikan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi hingga di atas 5% pada periode tersebut.

Salah satu alasan kejanggalan ini adalah tidak adanya momen besar seperti Hari Raya atau momen liburan lain yang biasanya memicu peningkatan konsumsi. Pada triwulan I, meskipun ada belanja THR dan Lebaran, pertumbuhan GDP masih di bawah 5%. “Pengumuman ini penuh kejanggalan dan tanda tanya publik. Saya tidak percaya dengan data yang disampaikan mewakili kondisi ekonomi yang sebenarnya,” ujar Nailul Hasan, Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS).

Dalam pernyataannya, Nailul menyoroti tiga kejanggalan yang mencolok dalam data tersebut. Pertama, pertumbuhan ekonomi triwulan II yang lebih tinggi dibandingkan triwulan dengan momen Ramadhan dan Lebaran terasa tidak konsisten. Tradisi menunjukkan bahwa momen tersebut berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kedua, pertumbuhan sektor industri pengolahan yang mencapai 5,68% tidak sejalan dengan Purchasing Managers Index (PMI) yang menunjukkan angka di bawah 50, yang mengindikasikan bahwa sektor tersebut tidak sedang dalam fase ekspansi.

Ketiga, konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 4,96% dengan kontribusi mencapai 50% dari Produk Domestik Bruto (PDB) juga menjadi indikator kejanggalan. Meskipun pertumbuhan konsumsi triwulan sebelumnya hanya 4,95%, angka ini menunjukkan stagnasi tanpa adanya faktor pemicu baru yang meningkatkan konsumsi secara signifikan. Indeks keyakinan konsumen (IKK) pun mengalami penurunan, dari 121,1 pada Maret 2025 menjadi 117,8 pada Juni 2025.

Menanggapi keraguan ini, pihak Istana melalui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi membantah adanya kejanggalan dalam datanya. Menurutnya, BPS menghitung pertumbuhan ekonomi berdasarkan gabungan dari berbagai komponen yang berkontribusi pada ekonomi nasional, termasuk belanja pemerintah dan investasi. “Kalau hari ini BPS secara resmi sampaikan pertumbuhan ekonomi kita, ya pastilah di situ berisi seluruh komponen,” katanya.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto juga menegaskan bahwa pertumbuhan 5,12% sesuai dengan kondisi riil di lapangan dan menyangkal adanya permainan data. “Kan sudah diumumin dan tadi sudah dijelaskan,” ungkapnya.

Dalam situasi ini, penting bagi BPS untuk menjelaskan metodologi yang digunakan dalam menghitung angka-angka tersebut. Hal ini akan mempertajam pemahaman publik terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan menumbuhkan kepercayaan terhadap data yang disajikan. Banyak kalangan berharap agar BPS dapat menghadirkan laporan yang lebih transparan dan akurat, serta bebas dari intervensi pemerintah.

Meski pemerintah berupaya meyakinkan publik, skeptisisme masih meliputi berbagai kalangan. Dengan data pertumbuhan ekonomi yang tampaknya tidak sejalan dengan realitas di lapangan, masyarakat dan para pengamat ekonomi akan terus mengawasi dan menilai kinerja kebijakan ekonomi yang diambil. Keterbukaan dan akuntabilitas akan menjadi kunci untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap data ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Exit mobile version