Mayoritas Pemain Judi Online Berpenghasilan di Bawah Rp5 Juta, Usia 30-50 Tahun

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa mayoritas pemain judi online di Indonesia berasal dari kalangan berpenghasilan rendah, khususnya mereka yang memiliki penghasilan di bawah Rp5 juta per bulan. Data terbaru menunjukkan penurunan signifikan jumlah pemain judi online, yakni mencapai 3,1 juta orang pada semester I tahun 2025, yang merupakan penurunan sekitar 68,32% dibandingkan tahun sebelumnya.

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menjelaskan bahwa sekitar 80% pemain judi online berstatus sebagai masyarakat berpendapatan rendah. Fenomena ini diperparah dengan fakta bahwa di antara mereka yang berpenghasilan di bawah Rp1 juta, sebanyak 73% dari pendapatan tersebut digunakan untuk berjudi. Di sisi lain, pemain dengan penghasilan antara Rp1 juta hingga Rp20 juta per bulan juga tercatat mengalokasikan lebih dari 40% pendapatannya untuk aktivitas judi.

Sebagian besar dari pemain yang terlibat dalam judi online berusia antara 30 hingga 50 tahun. Data menyebutkan bahwa kelompok usia ini mencakup sekitar 55% dari total jumlah pemain. Menariknya, kelompok usia 21 hingga 30 tahun juga memberikan kontribusi yang signifikan, yaitu sebesar 37,4%. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas judi online cukup diminati oleh usia produktif di Indonesia.

Dalam aspek transaksi, enam bulan pertama tahun 2025 mencatatkan penurunan tajam. Total transaksi judi online tercatat senilai Rp99,67 triliun, yang menurun sebesar 72% secara year to date dan 43% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini diharapkan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional, mengingat sebelumnya tingginya aktivitas judi online sempat menekan pertumbuhan ekonomi hingga 0,3%.

Akhir-akhir ini, langkah-langkah penanggulangan perjudian online terus diperkuat oleh pemerintah dan otoritas terkait. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini meminta bank-bank di Indonesia untuk memblokir sekitar 25.912 rekening yang terindikasi terlibat dalam judi online. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi untuk memberantas perjudian daring yang dinilai berdampak negatif terhadap perekonomian dan sektor keuangan.

Penegakan hukum dan tindakan preventif ini juga bertujuan untuk melindungi masyarakat, terutama mereka yang rentan terjebak dalam praktik judi online. Dian juga menyebutkan bahwa OJK akan melakukan pemantauan yang lebih ketat terhadap transaksi keuangan, termasuk rekening yang tidak aktif atau dormant, untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan yang merugikan masyarakat.

Data PPATK dan OJK ini memberikan gambaran tentang dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh judi online, terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah. Keterlibatan mereka dalam aktivitas judi seringkali berujung pada masalah ekonomi yang lebih besar, termasuk utang yang tidak terbayar dan dampak sosial lainnya.

Selain itu, dengan meningkatnya kesadaran akan bahaya judi online, diharapkan masyarakat semakin menjauhi aktivitas tersebut. Upaya pemerintah melalui pemblokiran rekening dan peningkatan pengawasan diharapkan dapat mengurangi angka pemain judi online, sekaligus melindungi generasi muda dari dampak negatif aktivitas ini.

Dari sudut pandang ekonomi, penurunan aktivitas judi online mungkin berkontribusi pada pertumbuhan yang lebih stabil dan berkelanjutan. Dengan berkurangnya jumlah transaksi judi, dana yang biasanya mengalir secara ilegal kini dapat diarahkan ke sektor-sektor produktif lainnya. Dalam konteks ini, sinergi antara pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan kondusif.

Exit mobile version