Daya beli masyarakat menjadi sorotan utama di tengah fenomena rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya nanya (Rohana) yang sering terlihat di pusat-pusat perbelanjaan. Dua istilah ini merujuk pada perilaku konsumen yang menunjukkan kecenderungan menahan diri untuk berbelanja. Beberapa kalangan menilai hal ini sebagai sinyal bahwa daya beli masyarakat mengalami penurunan. Namun, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengungkapkan pandangannya yang berbeda. Ia menilai fenomena Rojali dan Rohana hanya merupakan cerminan dari dinamika ekonomi konvensional.
Hasan menekankan bahwa perilaku belanja masyarakat kini beralih dari transaksi langsung ke model belanja online. Dalam penjelasannya, ia menjelaskan bahwa perkembangan platform digital telah mengubah cara masyarakat berbelanja. "Mungkin jual belinya tidak lagi di toko-toko konvensional tapi mungkin sudah lewat marketplace, lewat platform yang lain," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta.
Lebih lanjut, Hasan membantah bahwa daya beli masyarakat sedang dalam keadaan terpuruk dengan menyebutkan sejumlah indikator positif dari sektor logistik. Ia menyatakan bahwa data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya pertumbuhan dalam sektor ini. Menurutnya, jika sektor logistik tumbuh, artinya transaksi jual beli tetap berlangsung.
Dalam laporan BPS, terungkap bahwa sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 8,52% pada kuartal II 2025. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan jumlah penumpang dan barang yang diangkut, yang pada gilirannya berkontribusi sebesar 0,40% terhadap pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,12% pada periode yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun terdapat konsumen yang berperilaku Rojali dan Rohana, masih ada aktivitas ekonomi yang aktif di masyarakat.
Di samping itu, Hasan juga merujuk pada data BPS yang menunjukkan adanya pertumbuhan transaksi daring yang signifikan. Tercatat bahwa transaksi belanja online meningkat sebesar 7,55% pada kuartal II 2025 dibandingkan kuartal I 2025. Ini menandakan adanya pergeseran perilaku konsumen ke belanja online pasca pandemi, yang memungkinkan masyarakat bertransaksi tanpa harus ke lokasi fisik.
Persepsi Masyarakat terhadap Daya Beli
Banyak pihak berpendapat bahwa fenomena Rojali dan Rohana mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas mengenai daya beli yang melemah. Respon masyarakat terhadap harga barang dan inflasi dapat sangat berpengaruh terhadap perilaku belanja mereka. Dalam konteks ini, data BPS bisa menjadi indikator yang menjelaskan dinamika ini lebih dalam.
Perubahan dalam Perilaku Belanja Masyarakat
Di era digital, perubahan perilaku konsumen menuju belanja online semakin meningkat. Masyarakat lebih memilih kenyamanan berbelanja dari rumah ketimbang berhadapan langsung dengan kerumunan di pusat perbelanjaan. Keberadaan marketplace dan kemudahan akses ke platform e-commerce menjadi faktor pendorong kuat dalam pergeseran ini.
Kendati demikian, fenomena Rojali dan Rohana juga menjadi pertanda bahwa bukan hanya daya beli yang harus diperhatikan, tetapi juga perilaku dan preferensi konsumen yang terus berubah.
Kesimpulan Sektor Logistik dan Ekonomi Digital
Tingginya pertumbuhan sektor logistik serta transaksi daring menjadi bukti bahwa masyarakat tetap aktif berbelanja meski dalam format dan metode yang berbeda. Transformasi ini tidak hanya memengaruhi cara belanja, tetapi juga berimplikasi pada cara produsen dan distributor dalam mendistribusikan barang. Dengan demikian, meskipun terdapat fenomena Rojali dan Rohana, aktivitas ekonomi masyarakat tetap menunjukkan tanda-tanda pergerakan yang positif, menandakan bahwa daya beli memang ada, meskipun caranya beradaptasi dengan kondisi terkini.
Melihat perkembangan yang terjadi, bukan tidak mungkin ke depan kebiasaan belanja masyarakat akan terus bertransformasi, menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih dinamis dan menguntungkan bagi semua pihak.
