Ekonomi Tumbuh 5,12%, Namun Penerimaan Pajak Justru Anjlok! Apa Sebabnya?

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 mencapai 5,12% secara tahunan, sebuah angka yang cukup menggembirakan di tengah ketidakpastian global. Namun, hasil positif ini terhambat oleh penurunan penerimaan pajak yang justru mencapai 6,21% pada semester pertama tahun ini, yang membuat banyak pihak bertanya-tanya: bagaimana mungkin ekonomi tumbuh pesat, tetapi penerimaan pajak merosot?

Pengamat perpajakan dan mantan Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi turunnya penerimaan pajak meski ekonomi menunjukkan pertumbuhan. Di antara faktor tersebut, Prastowo menyoroti pentingnya memahami dinamika yang terjadi.

Salah satu penyebab utama adalah adanya kejadian tidak berulang, seperti restitusi pajak yang berlangsung pada awal tahun. Menurut Prastowo, pengembalian kelebihan pajak yang signifikan di awal tahun ini berkontribusi pada rendahnya penerimaan neto. “Restitusi tersebut memang besar dan akan berkurang di semester II-2025,” tuturnya.

Selain itu, perbedaan waktu pencatatan juga menjadi penyebab penting. Dalam administrasi pajak, biasanya kewajiban dicatat berdasarkan bulan penuh, sehingga pembayaran pajak untuk kinerja bulan Mei baru akan tercatat pada bulan Juni. Ini berarti penerimaan yang seharusnya tercermin pada kuartal II akan terlihat di kuartal III.

Faktor lain yang memicu penurunan adalah keputusan pemerintah untuk menunda kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Penundaan ini diperkirakan akan mengurangi penerimaan pajak sekitar Rp 71 triliun, menjadikan target penerimaan semakin sulit dicapai.

Di samping itu, langkah pemerintah dalam memberikan stimulus dan insentif pajak, meskipun berdampak positif terhadap perekonomian, juga menyebabkan realisasi penerimaan pajak menurun. Prastowo menjelaskan, “Kebijakan ini tentu saja akan mengurangi penerimaan, tetapi sangat penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.”

Pemberlakuan sistem Coretax di awal tahun juga ikut mempengaruhi. Sistem ini, yang belum sepenuhnya berfungsi, menyebabkan penundaan dalam pembayaran kewajiban perpajakan. Menurut Prastowo, hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian dalam pencatatan dan penerimaan pajak.

Kondisi di lapangan juga perlu dicermati, di mana beberapa sektor mengalami stagnasi, yang berpengaruh pada besarnya kontribusi terhadap penerimaan pajak. Penyesuaian dan efisiensi belanja pemerintah di awal tahun juga memberi dampak negatif bagi penerimaan.

Meskipun menghadapi tantangan ini, Prastowo tetap optimis bahwa kinerja perekonomian Indonesia akan membaik. Ia menekankan pentingnya pemerintah untuk terus berfokus pada penciptaan lapangan kerja dan menjaga daya beli masyarakat. “Semoga strategi ini mampu mengembalikan pertumbuhan penerimaan pajak dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan.”

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa penerimaan pajak semester I-2025 mencapai Rp 837,8 triliun, yang hanya memenuhi 38% dari target yang ditetapkan. Meski pertumbuhan ekonomi menunjukkan angka positif, kenyataan ini mencerminkan perlunya langkah-langkah proaktif untuk meningkatkan efisiensi perpajakan dan memaksimalkan potensi pendapatan negara.

Kondisi ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan stakeholder terkait, terutama dalam menghadapi skenario ketidakpastian yang terus berlanjut. Diharapkan, pemerintah dapat mengoptimalkan berbagai kebijakan untuk mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki kinerja penerimaan pajak di masa mendatang.

Exit mobile version