Ekonom dari PT Bank Permata Tbk., Josua Pardede, memproyeksikan bahwa kredit perbankan di Indonesia akan tumbuh dalam kisaran 8-10% pada tahun 2025, mencerminkan optimisme dalam pertumbuhan ekonomi dan investasi. Proyeksi ini ditunjang oleh rencana belanja pemerintah yang lebih agresif dan realisasi penanaman modal yang meningkat. Dalam pandangannya, jika kondisi ini berjalan sesuai harapan, pertumbuhan kredit di akhir 2025 dapat mendekati batas atas proyeksi tersebut.
Josua mencatat bahwa pada paruh pertama tahun 2025, kredit perbankan tumbuh sebesar 7,77% tahun ke tahun, dengan total outstanding mencapai Rp8.060 triliun. Pertumbuhan ini didorong terutama oleh kredit investasi yang mengalami peningkatan 12,53% dan kredit konsumsi yang meningkat 8,49%. Meskipun kredit modal kerja hanya tumbuh 4,45%, angka tersebut masih menunjukkan adanya potensi perkembangan yang lebih baik di sektor-sektor lain.
Kondisi Likuiditas yang Menguntungkan
Kondisi likuiditas di sektor perbankan saat ini menunjukkan kecenderungan yang longgar. Rasio Aktiva Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat sebesar 27,05%, sementara rasio likuiditas (LCR) berada di sekitar 199%. Hal ini memberikan perbankan peluang untuk melakukan ekspansi kredit dengan lebih hati-hati. Selain itu, kualitas aset perbankan masih terjaga dengan Non-Performing Loan (NPL) gross mencapai 2,22% dan Loan at Risk di 9,73%.
Pendorong Pertumbuhan Kredit ke Depan
Sejumlah faktor diprediksi akan mendukung pertumbuhan kredit ke depan. Salah satunya adalah pelonggaran suku bunga perbankan yang diindikasikan dengan penurunan BI Rate. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan kredit dari sektor ritel serta memfasilitasi program pemerintah seperti Koperasi Desa dan program pembangunan perumahan. Selain itu, sentimen konsumen yang membaik juga menjadi pendorong yang signifikan.
Di sektor ritel, Josua menyatakan bahwa optimisme dalam rumah tangga menciptakan dorongan bagi kredit konsumsi. Data menunjukkan bahwa average propensity to consume meningkat ke 75,4%, sedangkan saving ratio menurun ke 13,7%. Hal ini memberi indikasi bahwa konsumen lebih berani untuk berbelanja atau mengambil kredit.
Sektor yang Perlu Dianalisis Lebih Dalam
Meskipun ada pertumbuhan yang menyenangkan di sektor-sektor tertentu, terdapat area yang perlu dicermati. Pertumbuhan kredit di segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) hanya tercatat sebesar 2,18% YoY, yang disebabkan oleh fokus bank pada pemulihan kualitas kredit. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada keinginan untuk mendukung UMKM, tantangan dalam penyaluran kredit tetap ada.
Kredit modal kerja pun menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan kredit investasi. Situasi ini mungkin mencerminkan ketidakpastian di sektor ini dan memberikan sinyal bahwa perusahaan masih berhati-hati dalam pengambilan keputusan investasi.
Strategi Fokus Perbankan
Josua mengisyaratkan bahwa pada semester kedua tahun 2025, fokus utama perbankan akan berada pada klaster komoditas serta sektor utilitas, logistik, dan jasa. Ini mencerminkan adaptasi terhadap permintaan pasar dan perubahan dalam pola konsumsi masyarakat.
Dengan semua faktor yang mempengaruhi, baik dari sisi permintaan maupun penawaran, proyeksi pertumbuhan kredit di Indonesia untuk tahun 2025 menunjukkan adanya harapan baru. Namun, tetap diperlukan perhatian pada area kritis, terutama yang melibatkan UMKM dan sektor modal kerja, agar potensi tersebut dapat terwujud dengan optimal.
