Indef Minta Diklat dan Bimtek, Bantuan Tak Jadi Pos Efisiensi 2026

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta pemerintah untuk memperhatikan dampak dari pemangkasan anggaran dalam program efisiensi belanja. Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, menegaskan bahwa pengurangan anggaran untuk pendidikan dan pelatihan (diklat), bimbingan teknis (bimtek), serta berbagai bentuk bantuan pemerintah tidaklah tepat. Ia menilai bahwa langkah ini dapat menghambat upaya peningkatan keterampilan dan kualitas sumber daya manusia (SDM), yang merupakan elemen kunci dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.

Dalam sebuah konferensi pers, Esther menyatakan, “Pengurangan anggaran untuk bimtek dan diklat dapat menghambat peningkatan keterampilan serta pengembangan SDM. Kualitas SDM adalah faktor penting bagi pertumbuhan ekonomi.” Menurutnya, kebijakan yang tidak didasarkan pada kajian dan analisis mendalam berisiko menghasilkan solusi yang tidak relevan dengan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat.

Salah satu isu yang diangkat adalah potensi dampak negatif dari pengurangan dana untuk kajian dan analisis. Dia mengingatkan bahwa tanpa dukungan data yang kuat, kebijakan yang diambil bisa jadi kurang efektif, menambah kompleksitas dalam memecahkan masalah-masalah yang ada. Pengurangan bantuan pemerintah juga berpotensi merugikan efektivitas insentif yang dirancang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama jika insentif tersebut ditujukan untuk sektor produktif.

Lebih jauh, Esther memberikan perhatian khusus kepada infrastruktur. Ia mengatakan bahwa pemotongan anggaran untuk infrastruktur akan sangat berisiko. “Jika pemangkasan terjadi pada belanja modal dan infrastruktur, konektivitas akan terganggu, dan ini dapat memperlambat aktivitas ekonomi,” ujarnya. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi tidak selalu berarti kemajuan; penghematan yang salah arah dapat berpotensi merugikan.

Kritik dari Indef ini muncul di tengah penerapan kebijakan efisiensi oleh Kementerian Keuangan, yang telah diumumkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025. Kebijakan ini dirancang untuk menghemat belanja pemerintah, dan penerapannya akan dilanjutkan pada tahun anggaran 2026, sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Berbagai pos anggaran yang ditargetkan untuk efisiensi mencakup belanja barang, belanja modal, hingga kegiatan seremonial.

Berdasarkan dokumen tersebut, beberapa pos yang menjadi sasaran pemangkasan adalah:

1. Alat tulis kantor
2. Kegiatan seremonial
3. Rapat, seminar, dan sejenisnya
4. Kajian dan analisis
5. Diklat dan bimtek
6. Honor output kegiatan
7. Sewa gedung, kendaraan, dan peralatan
8. Bantuan pemerintah
9. Infrastruktur

Pemerintah sebelumnya berkomitmen bahwa kebijakan efisiensi anggaran akan tetap berlaku pada kementerian/lembaga dan juga transfer ke daerah hingga tahun 2026. Hasil dari efisiensi ini akan dialokasikan untuk program-program prioritas, di bawah koordinasi Menteri Keuangan.

Meskipun rincian untuk penghematan setiap pos belum dipublikasikan, pemerintah berjanji untuk menyampaikannya kepada kementerian dan lembaga terkait. Pihak-pihak tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi anggaran yang dapat dihemat sebelum revisi anggaran dibahas bersama dengan DPR.

Kebijakan ini mencerminkan pendekatan baru dalam pengelolaan anggaran pemerintah dengan tujuan meningkatkan disiplin fiskal. Namun, kritik dari Indef menunjukkan adanya kesenjangan antara tujuan efisiensi dan kebutuhan untuk mempertahankan kualitas SDM dan infrastruktur yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Pemerintah diharapkan agar dapat menyeimbangkan antara kegiatan efisiensi dan investasi dalam pengembangan manusia serta infrastruktur untuk memastikan masa depan ekonomi yang lebih baik.

Exit mobile version