Joao Angelo De Sousa Mota, mantan Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara (Persero), resmi mengundurkan diri pada 11 Agustus 2025, setelah enam bulan menjabat. Keputusan pengunduran dirinya ini dipicu oleh ketidakmampuan perusahaan dalam mendapatkan dukungan anggaran dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), yang menjadi induk usaha Agrinas.
Joao diangkat sebagai Direktur Utama Agrinas berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor 32/MBU/02/2025 pada 10 Februari 2025. Dalam kapasitasnya, ia bertanggung jawab untuk mengelola lahan pertanian produktif seluas 425.000 hektare dengan visi untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Namun, Joao mengungkapkan bahwa pencapaian visi tersebut terhambat karena hingga akhir masa jabatannya, anggaran untuk Agrinas masih nihil.
Menurutnya, birokrasi yang bertele-tele serta kurangnya kepekaan terhadap situasi darurat menjadi hambatan utama dalam operasional perusahaan. “Seluruh gaji saya habis untuk menutupi operasional perusahaan karena tidak ada dana yang cair,” ujar Joao, menjelaskan kesulitan yang dihadapinya. Ia menilai Danantara belum siap untuk menjalankan peran yang strategis di sektor pertanian.
Dalam surat pengunduran dirinya, Joao juga menyampaikan permohonan maaf kepada Presiden Prabowo Subianto, yang memberinya mandat untuk memimpin Agrinas. Ia menekankan pentingnya dukungan pemerintah bagi petani agar sektor pertanian dapat berkembang. CEO Danantara, Rosan Roeslani, menyampaikan penghormatan terhadap keputusan Joao, menyebutnya sebagai langkah profesional yang sesuai dengan tata kelola perusahaan yang baik.
Joao Angelo memiliki latar belakang yang luas dalam sektor konstruksi, pertanian, peternakan, dan industri kreatif. Sebelum menjabat di Agrinas, ia pernah menjadi Direktur Utama PT Yodya Karya (Persero), yang kini bertransformasi menjadi PT Agrinas Pangan Nusantara. Ia juga dikenal aktif di sektor agribisnis dan investasi pertanian, serta menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina DPW Tani Merdeka Indonesia di Nusa Tenggara Timur.
Penting untuk mencatat bahwa Joao merupakan mantan aktivis yang mendukung integrasi Timor Timur dengan NKRI. Hubungannya yang dekat dengan Presiden Prabowo juga telah terjalin sejak masa konflik di wilayah tersebut. Berkat kontribusinya dalam bidang pertahanan dan integrasi nasional, ia pernah menerima penghargaan Dharma Pertahanan Madya dari Menteri Pertahanan.
Dalam laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terakhir yang tercatat, Joao memiliki total kekayaan sekitar Rp6,39 miliar. Meskipun rincian asetnya tidak dipublikasikan dalam laporan tersebut, jumlah ini mencakup kepemilikan harta bergerak dan tidak bergerak.
Selama masa jabatannya, Joao mengusung visi inovasi dan efisiensi operasional untuk memperkuat ketahanan pangan, namun terhambat oleh kendala pendanaan dan birokrasi. Keputusan untuk mundur dari jabatan Direktur Utama menandai sebuah langkah berani dan mencerminkan tekanan yang dihadapi oleh para pemimpin perusahaan BUMN untuk beradaptasi dalam kondisi yang sulit.
Dari kasus ini, terungkap bahwa meskipun seorang pemimpin memiliki ambisi dan visi yang besar, keberhasilan implementasi tetap sangat bergantung pada dukungan anggaran dan struktur organisasi yang efektif. Situasi yang dihadapi Joao dapat menjadi pelajaran penting bagi pengelolaan BUMN di masa depan.
