Kementerian Keuangan Republik Indonesia menyusun rencana ambisius untuk peremajaan lahan kakao seluas 5.000 hektare pada tahun 2026. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan mendukung kesejahteraan petani kakao di tanah air.
Kepala Divisi Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kemenkeu, Adi Sucipto, menjelaskan bahwa peremajaan ini akan dilaksanakan di beberapa lokasi strategis. Beberapa daerah yang menjadi fokus mencakup Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, dan Sulawesi Tengah. Semua kegiatan ini bersifat sukarela bagi petani, sehingga mereka tidak dipaksa untuk berpartisipasi.
Penting bagi program ini untuk memperhatikan ketersediaan bibit kakao yang dibutuhkan. Adi menekankan bahwa keberhasilan replanting sangat bergantung pada persediaan bibit berkualitas yang tersedia saat pelaksanaan.
Selain itu, Kemenkeu berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian untuk menyusun regulasi terkait program ini. Aspek-aspek seperti potensi hasil per hektare dan dukungan yang bisa diberikan juga menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan. Hal ini dilakukan agar petani kakao mendapatkan manfaat maksimal dari program ini.
BPDP Kemenkeu menunggu konfirmasi dari petani mengenai kesediaan mereka untuk berpartisipasi dalam replanting. Dengan sifat sukarela ini, diharapkan lebih banyak petani akan terdorong untuk terlibat. Bagi mereka yang berpartisipasi, Kemenkeu menjanjikan dukungan penuh melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dengan demikian, meskipun hasil dari produksi kakao terkadang tidak sesuai harapan, selama petani berkontribusi, Kemenkeu akan memberikan dukungan optimal. Data menunjukkan bahwa kontribusi sektor kakao terhadap APBN tahun 2024 mencapai Rp3,7 triliun. Selain itu, terdapat bea keluar yang juga memberikan kontribusi signifikan senilai Rp240 miliar.
Kakak Indonesia saat ini tetap menjadi salah satu penghasil kakao utama di tingkat global. Seiring dengan program peremajaan, luas kebun kakao di Indonesia tercatat mencapai sekitar 1,3 juta hektare, di mana 99 persen dari perkebunan ini dikelola oleh rakyat kecil.
Produksi biji kakao Indonesia diperkirakan berkisar antara 180.000 hingga 200.000 ton per tahun. Dengan adanya program replanting, diharapkan angka tersebut bisa meningkat, menjadikan Indonesia lebih kompetitif di pasar global.
Pelaksanaan program ini menjadi penting mengingat permintaan koko di dunia yang terus meningkat. Melalui upaya ini, diharapkan tidak hanya meningkatkan hasil pertanian tapi juga menjamin keberlanjutan ekonomi petani.
Synergy antara pemerintah dan petani menjadi kunci untuk keberhasilan riset dan pengembangan pertanian kakao. Melalui peningkatan produktivitas, pemerintah berharap bisa menciptakan ekosistem yang lebih baik bagi petani. Hal ini tentunya berdampak positif bagi perekonomian lokal dan nasional.
Dalam konteks yang lebih luas, peremajaan lahan kakao ini juga merupakan langkah strategis untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas hasil pertanian Indonesia di pasar internasional. Sehingga, pelaksanaan program ini harus didukung oleh semua pihak agar target tersebut tercapai dengan optimal.
Ke depannya, diharapkan peremajaan lahan kakao bukan sekadar program rutin, tetapi menjadi sebuah revolusi dalam cara bertani di sektor kakao. Inovasi dan kemitraan yang solid antara pemerintah dan petani menjadi harapan utama untuk memperbaiki masa depan pertanian kakao Indonesia.
Baca selengkapnya di: www.suara.com