Belum lama ini, sekelompok 22 ahli saraf dari berbagai belahan dunia merilis temuan signifikan mengenai cara kerja otak saat seseorang mengambil keputusan. Penelitian ini menghasilkan peta saraf yang menggambarkan aktivitas otak dengan detail yang belum pernah ada sebelumnya, berdasarkan data dari 139 tikus dan mencakup aktivitas 600.000 neuron di 279 area otak. Temuan ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru dalam bidang ilmu saraf dan perilaku manusia.
Ketua departemen ilmu saraf dan fisiologi, Dr. Paul W. Glimcher, yang juga merupakan direktur Neuroscience Institute di Grossman School of Medicine, Universitas New York, menyatakan bahwa penelitian ini menciptakan kumpulan data terbesar dalam sejarah yang berfokus pada pengambilan keputusan. Dalam dua studi yang diterbitkan di jurnal Nature pada 3 September 2025, peneliti menganalisis respons tikus terhadap rangsangan visual dan bagaimana mereka mengambil keputusan berdasarkan ekspektasi.
Selama bertahun-tahun, peneliti hanya dapat meneliti aktivitas sekelompok kecil neuron dalam area tertentu otak. Namun, pendekatan baru ini memanfaatkan alat canggih bernama Neuropixels, yang memungkinkan peneliti memantau ribuan neuron sekaligus. Hal ini menandai pergeseran besar dalam cara ilmuwan mempelajari fungsi otak, dari hanya beberapa ratus neuron menjadi 600.000 neuron yang diamati secara simultan.
Dalam eksperimen, tikus mengenakan helm elektroda dan diminta memutar roda kemudi untuk mengendalikan pergerakan lingkaran yang muncul di layar. Ketika tikus memproses visual, aktivitas pertama kali muncul di bagian otak belakang, yang bertanggung jawab atas pemrosesan input visual. Tanpa lama, sinyal listrik menyebar ke seluruh otak, termasuk area yang berkaitan dengan gerakan. Penelitian menunjukkan, saat tikus menerima imbalan berupa gula, berbagai area otak bekerja sama secara intensif.
Menurut Alexandre Pouget, profesor ilmu saraf di Universitas Geneva dan penulis kedua makalah tersebut, temuan ini menghasilkan dua pencapaian utama. Pertama, studi pertama menjelaskan distribusi aktivitas listrik dalam pengambilan keputusan. Kedua, studi kedua mengevaluasi bagaimana ekspektasi mempengaruhi pilihan yang diambil. Ia menekankan pentingnya penemuan bahwa aktivitas otak tidak hanya terbatas pada area sensorik dan kognitif.
Dalam satu percobaan, tikus diberikan tantangan agar lingkaran yang tampil tampak samar, sehingga mereka harus mengingat pengalaman sebelumnya untuk mengambil keputusan yang tepat. Penelitian mengkonfirmasi hipotesis lama bahwa otak mengakses pengetahuan sebelumnya pada tahap awal pengambilan keputusan. Hasil ini menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan adalah karya kompleks yang melibatkan banyak area otak.
Temuan ini diharapkan dapat digunakan untuk studi yang lebih terarah mengenai perilaku kompleks, serta memberikan landasan bagi penelitian lebih lanjut dalam ilmu saraf dan psikologi. Dr. Glimcher juga menyebutkan proyek peta 3D dari otak yang akan menjadi ambisi baru, terinspirasi dari Sloan Digital Sky Survey. Riset ini diharapkan dapat menginspirasi kolaborasi baru antarneurosaintis dan memberikan manfaat lebih jauh di bidang kesehatan mental dan perilaku manusia.
Dengan melakukan kolaborasi internasional yang melibatkan banyak ahli, penelitian ini menjadi contoh nyata bahwa kemajuan dalam ilmu pengetahuan sering kali terjadi saat berbagai disiplin ilmu bekerja sama untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Ke depan, studi lebih lanjut akan berfokus pada aplikasi praktis dari penemuan ini, membuka jalan baru dalam pemahaman kita terhadap fungsi otak manusia dan bagaimana pengambilan keputusan dibentuk oleh berbagai faktor.
