Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, masalah cacingan masih menjadi tantangan kesehatan masyarakat yang serius, terutama pada anak-anak. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2016 menunjukkan bahwa lebih dari 1,5 miliar orang di seluruh dunia, atau setara dengan 24 persen dari total populasi, terinfeksi cacing. Di Indonesia, prevalensi cacingan pada anak usia 1-12 tahun dapat mencapai 30 hingga 90 persen di beberapa provinsi. Di kota Surabaya, prevalensi tersebut tercatat mencapai 36 persen.
Cacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing yang ditularkan melalui lingkungan yang terkontaminasi, terutama tanah. Gejala infeksi dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan tinja yang menunjukkan adanya telur atau cacing. Dampak dari infeksi ini pada kesehatan anak cukup serius, dengan gejala seperti gatal pada area anus, kesulitan tidur, serta munculnya rasa marah, sakit perut, dan penurunan nafsu makan, yang kemudian berimbas pada penurunan berat badan.
Terdapat beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan anak terinfeksi cacing. Di antaranya adalah kurangnya kebiasaan mencuci tangan setelah beraktivitas, tidak menggunakan alas kaki saat bermain di luar rumah, kebiasaan menggigit kuku, serta bermain di tanah yang kotor. Selain itu, konsumsi makanan yang tidak terjaga kebersihannya juga dapat menambah risiko infeksi.
Pencegahan dan penanggulangan masalah cacingan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 15 Tahun 2017. Dalam dokumen tersebut, salah satu langkah strategis yang diambil adalah melalui Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM), yang lebih dikenal dengan istilah deworming. Untuk daerah dengan prevalensi infeksi di bawah 50 persen, seperti Surabaya, popm dijadwalkan dilakukan minimal satu tahun sekali.
Selain pengobatan, Kemenkes juga menekankan pentingnya pola hidup bersih dan sehat untuk memutus rantai penularan cacingan. Beberapa langkah yang disarankan meliputi mencuci tangan menggunakan sabun, menjaga kebersihan pakaian, memotong kuku secara teratur, menggunakan alas kaki saat di luar rumah, mencuci pakaian dengan air panas, serta menjaga kebersihan makanan. Pendidikan kepada anak-anak tentang kebersihan juga sangat penting, termasuk mengajarkan mereka untuk tidak menggaruk area anus yang gatal.
Pendidikan orang tua tentang cacingan merupakan faktor krusial dalam mencegah infeksi ini. Dengan pemahaman yang baik tentang risiko dan cara pencegahannya, orang tua dapat lebih efektif membimbing anak-anak mereka untuk menerapkan gaya hidup bersih. Melalui langkah-langkah ini, diharapkan angka kejadian cacingan dapat menurun, dan kualitas hidup anak-anak yang terinfeksi dapat diperbaiki.
Selain upaya pencegahan dan pengobatan, diperlukan kerjasama antara masyarakat, lembaga kesehatan, dan pemerintah untuk memperkuat inisiatif pencegahan cacingan ini. Kesadaran kolektif bisa jadi kunci untuk mengatasi masalah kesehatan yang sangat umum namun sering kali terabaikan ini. Diharapkan, semua pihak dapat berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga anak-anak dapat tumbuh dengan sehat dan optimal.
Menurut Rani Hardjanti, pengetahuan yang cukup di kalangan orang tua dan keterlibatan mereka dalam penerapan kebersihan yang baik di rumah sangat membantu dalam menekan jumlah kasus infeksi cacingan. Setiap individu, mulai dari orang tua hingga anak-anak, memiliki peran yang sama pentingnya dalam upaya untuk memutus mata rantai penularannya.
Src: https://women.okezone.com/read/2025/09/26/482/3172682/data-kemenkes-1-5-miliar-warga-dunia-terinfeksi-cacingan?page=all
