Taiwan Food and Drug Administration (TFDA) baru-baru ini mengumumkan penahanan produk bakso goreng atau basreng asal Indonesia karena mengandung pengawet asam benzoat melebihi batas aman. Kejadian ini terjadi pada Selasa, 28 Oktober 2025, ketika sebanyak 1.072 kilogram produk bakso goreng dari Isya Food ditahan karena mengandung asam benzoat sebesar 0,05 gram per kilogram. Produk lain yang juga ditahan adalah bakso goreng gurih seberat 1.008 kilogram yang terdeteksi mengandung asam benzoat mencapai 0,02 gram per kilogram.
Menurut regulasi yang berlaku di Taiwan, produk makanan tertentu tidak diperbolehkan mengandung pengawet buatan seperti asam benzoat. Ini menyalahi Undang-Undang tentang Keamanan dan Sanitasi Pangan yang ditetapkan oleh pemerintah Taiwan. Ketidakpatuhan terhadap regulasi ini menyebabkan penahanan dan potensi pemusnahan produk yang melanggar tersebut.
Spesialis penyakit dalam, dr Aru Ariadno, SpPD-KGEH, menjelaskan bahwa asam benzoat adalah salah satu pengawet yang sering digunakan dalam makanan dan aman bila digunakan dalam batas yang diatur oleh setiap negara. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan batas aman konsumsi natrium benzoat adalah 0-5 mg per kilogram berat badan per hari. Namun, jika digunakan secara berlebihan, asam benzoat dapat menimbulkan berbagai efek samping kesehatan.
“Penggunaan asam benzoat yang berlebihan, terutama jika dikombinasikan dengan vitamin C atau kontak dengan panas dan cahaya, bisa menghasilkan zat berbahaya bernama benzena yang bersifat karsinogenik,” ujarnya. Selain itu, dapat menyebabkan gejala seperti diare, mual, atau bahkan reaksi alergi pada individu sensitif.
Penahanan produk basreng ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, pada 21 Oktober 2025, TFDA juga menghentikan produk serupa dari Isya Food yang ditemukan mengandung asam benzoat sebesar 0,93 gram per kilogram. Menurut TFDA, produk yang tidak sesuai dengan dokumen resmi akan dikembalikan atau dimusnahkan sesuai peraturan yang berlaku.
Ini menimbulkan tanda tanya mengenai pencitraan produk makanan Indonesia di pasar luar negeri, khususnya Taiwan. Mengingat besarnya permintaan akan produk makanan Indonesia di pasar internasional, penerapan standar yang ketat menuntut perhatian ekstra dari produsen untuk mematuhi peraturan yang berlaku.
Hingga saat ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia belum memberikan tanggapan resmi terkait situasi ini setelah dihubungi oleh media untuk klarifikasi. Masyarakat dan pelaku industri diharapkan lebih waspada mengenai regulasi yang berlaku di negara tujuan ekspor dan memastikan produk yang dikirim telah memenuhi standar keamanan pangan internasional.
Kondisi ini tidak hanya menunjukkan tantangan yang dihadapi produsen makanan Indonesia di pasar global tetapi juga menekankan pentingnya edukasi kepada konsumen mengenai bahan tambahan pangan. Ketelitian dalam mematuhi regulasi makanan di negara-negara tujuan ekspor akan sangat memengaruhi keberlanjutan dan reputasi produk Indonesia di mata internasional.
Seiring dengan berkembangnya industri makanan, pelaku usaha diharapkan dapat lebih peka terhadap standar keamanan pangan, serta melakukan pengawasan ekstra pada penggunaan bahan tambahan untuk menghindari insiden serupa di masa depan.
Source: health.detik.com
