Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, baru-baru ini menyatakan dukungannya untuk pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto. Dukungan ini disampaikan setelah acara FunWalk menjelang HUT ke-14 Partai Nasdem pada 9 November 2025 di Nasdem Tower, Jakarta. Menurut Surya, nasdem telah sepakat untuk mendukung usulan tersebut.
Polemik seputar usulan ini memang tidak terhindarkan. Banyak yang berdebat tentang kelebihan dan kekurangan masa kepemimpinan Soeharto, tetapi Surya menekankan pentingnya melihat kontribusi positif dari pemerintahannya. “Soeharto telah hadir dan memberikan kontribusi yang berarti bagi pembangunan nasional kita,” ucap Surya.
Surya Paloh juga mencatat bahwa meskipun terdapat penolakan atas usulan pemberian gelar itu, hal ini tidak mengurangi objektivitas mengenai kontribusi besar yang diberikan Soeharto selama lebih dari 30 tahun berkuasa. “Kita harus menghargai pencapaian dan kemajuan yang dihasilkan pada masa itu,” tambahnya.
Dari perspektif totalitas, Surya mengingatkan bahwa setiap pemimpin tentu memiliki kesalahan. Namun, saat kita membicarakan perubahan, penting untuk mencakup semua faktor. Dilarang untuk mengabaikan sisi positif dalam analisis sejarah. Pemikiran ini penting untuk memahami bagaimana bangsa ini bisa maju sebagai satu kesatuan.
Sebagai informasi, ada usulan mengangkat 49 tokoh untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional, yang diantaranya adalah Soeharto dan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid. Selain itu, masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi telah menunjukkan penolakan terhadap rencana ini. Banyak yang mengingat kembali pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di era Soeharto, termasuk masalah korupsi dan nepotisme.
Survei terbaru yang dilakukan KedaiKOPI menunjukkan bahwa 80,7 persen masyarakat mendukung Soeharto diberi gelar Pahlawan Nasional. Angka ini menunjukkan bahwa ada pandangan positif yang luas di kalangan warga mengenai kontribusi Soeharto bagi bangsa. Hal ini menambah jumlah suara yang sejalan dengan partai Nasdem dalam mendukung usulan tersebut.
Namun, banyak juga kritik yang dilontarkan oleh kalangan akademisi dan aktivis hak asasi manusia. Mereka berargumen bahwa mendapatkan gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk catatan sejarah yang tidak bisa diabaikan.
Penting untuk melakukan diskusi yang mendalam dan komprehensif tentang manajemen pemerintahan Soeharto, baik dalam hal kemajuan yang dicapai maupun dosa-dosa yang mungkin terjadi. Mengkomunikasikan sejarah dengan cara yang objektif akan membantu generasi mendatang memahami transformasi negara ini.
Komentar Surya Paloh buat kita merenungkan pentingnya bergandeng tangan dalam mendiskusikan isu-isu sensitif seperti ini. Di satu sisi, ada kesadaran akan harkat dan martabat bangsa di balik perjalanan panjang sejarah Indonesia. Di sisi lain, kita tidak bisa menutup mata terhadap kesalahan masa lampau.
Usulan gelar pahlawan ini membawa kita pada refleksi mendalam tentang arti kepemimpinan di Indonesia. Masih banyak yang perlu diperbincangkan untuk mencapai kesepakatan yang adil bagi semua pihak.
Masyarakat tentu berharap ada ruang untuk saling mendengarkan dan menghargai pandangan yang berbeda. Dukung atau tidaknya Soeharto sebagai Pahlawan Nasional, fakta bahwa beliau ikut membangun fondasi bangsa harus diakui. Diskusi ini bukan hanya tentang satu sosok, tetapi tentang bagaimana kita melihat perjalanan bangsa ini ke depan.
