Vonis 14 Bulan Penjara Penabrak Mahasiswa UGM, DPR: Melukai Moral dan Keadilan Hukum!

Putusan Pengadilan Negeri Sleman baru-baru ini menghebohkan publik. Vonis 14 bulan penjara terhadap Christiano Tarigan, pelaku tabrak lari yang menewaskan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), dianggap terlalu ringan. Mahasiswa yang bernama Argo Ericko Achfandi kehilangan nyawanya dalam insiden tersebut, yang terjadi di Jalan Palagan Tentara Pelajar.

Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, menyatakan keprihatinan mendalam terhadap keputusan itu. “Hukuman 14 bulan tidak mencerminkan rasa keadilan publik,” katanya. Menurutnya, putusan ini menunjukkan bahwa nyawa manusia belum dihargai setara oleh hukum di Indonesia.

Abdullah menegaskan, putusan yang lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang meminta dua tahun penjara jelas melukai perasaan keluarga korban. “Rasa keadilan publik menjadi luka yang terbuka,” tuturnya. Ini bukan hanya masalah hukum, tetapi juga persoalan moral negara dalam memberikan perlindungan kepada semua warganya.

Kejadian tabrakan ini telah menuai perhatian luas. Banyak publik yang memberikan reaksi skeptis terhadap hukum yang dianggap tidak memberikan efek jera kepada pelaku. Menurut Abdullah, hukuman ringan seperti ini menunjukkan kegagalan sistem peradilan pidana menjamin keadilan yang substantif.

Biaya denda sebesar Rp12 juta juga dianggap tidak sebanding dengan nilai kehidupan yang hilang. Hal ini semakin memperburuk persepsi masyarakat terhadap efektivitas keadilan. Abdullah menambahkan, saat hukum tidak berfungsi dengan baik, masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap aparat penegak hukum.

Ada juga dugaan bahwa pelat nomor kendaraan pelaku telah diubah setelah kecelakaan terjadi. Ini menambah kesan ada upaya untuk mengaburkan fakta hukum. Abdullah mengatakan, tindakan manipulasi fakta harus diusut tuntas agar tidak menambah ketidakadilan.

“Jika publik merasa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka kepercayaan terhadap hukum akan semakin menurun,” ujarnya. Hal ini menunjukkan pentingnya transparansi dalam penegakan hukum, sehingga masyarakat merasa bahwa mereka tidak ditinggalkan dalam proses penegakan keadilan.

Dalam konteks yang lebih luas, Abdullah mendorong revisi kebijakan pemidanaan dalam Undang-Undang Lalu Lintas. Ia berpendapat bahwa kelalaian yang mengakibatkan kematian seharusnya diberi hukuman yang lebih berat. Dengan batas minimum hukuman yang lebih tegas, diharapkan dapat memberikan efek jera yang lebih efektif bagi para pelaku.

Selain itu, Abdullah juga menggarisbawahi pentingnya mekanisme kompensasi bagi korban. Ini seharusnya menjadi tanggung jawab negara, bukan sekadar belas kasihan. “Pemulihan harus menjangkau lebih dari sekadar menghukum pelaku. Negara harus aktif dalam memastikan keadilan bagi korban,” ujarnya menegaskan.

Keadilan harus dirasakan secara merata di masyarakat. “Hukuman tidak hanya berfungsi di ruang sidang, tetapi harus menciptakan rasa aman dan nyaman di hati masyarakat,” ungkapnya.

DPR berharap kasus ini menggugah kesadaran semua pihak untuk bersama-sama memperbaiki sistem hukum di Indonesia. Publik ingin melihat hukum yang tidak hanya berjalan, tetapi juga menghadirkan keadilan yang nyata. Sehingga, rasa keadilan itu dapat dirasakan oleh semua, terutama oleh keluarga yang kehilangan orang terkasih. Jika tidak, hukum kehilangan makna moralnya di mata masyarakat.

Baca selengkapnya di: news.okezone.com
Exit mobile version