Putusan MK: Larangan Polisi Aktif Berdinas di Jabatan Sipil Memicu Pro dan Kontra

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil baru-baru ini menuai sorotan luas. Keputusan ini muncul pada saat citra Polri tengah berbenah dan berusaha membangun kembali kepercayaan publik. Ini memicu beberapa kritik dari berbagai kalangan yang mempertanyakan relevansi dan keadilan dari putusan tersebut.

Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Sandi Nugroho, menyatakan bahwa pihaknya menghormati keputusan MK. Namun, Polri perlu menunggu salinan resmi putusan untuk mempelajari detailnya. Penundaan ini menunjukkan bahwa Polri tetap berkomitmen untuk menanggapi regulasi baru meskipun dalam posisi yang mungkin dianggap merugikan.

Salah satu kritik datang dari Aminullah Siagian, Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Al Washliyah (PP-GPA). Ia menilai bahwa keputusan MK dalam perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 telah melemahkan posisi anggota Polri. Aminullah berargumen bahwa keputusan ini bersifat kontraproduktif, mengingat upaya Polri dalam memperbaiki citra dan kepercayaan publik.

Aminullah juga menekankan pentingnya meninjau kembali putusan MK dari perspektif konstitusi. Ia merujuk kepada Pasal 30 ayat (4) UUD 1945, yang menegaskan bahwa Polri bertanggung jawab terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat. Menurutnya, wajar jika anggota Polri memiliki akses untuk duduk dalam jabatan sipil, mengingat mereka berperan sebagai alat negara.

Di samping itu, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia memberikan landasan hukum bagi Polri untuk menjalankan fungsi pemerintahan dalam bidang keamanan. Aminullah mempertanyakan apakah larangan ini sejalan dengan prinsip kesetaraan di hadapan hukum yang diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Ia menegaskan bahwa setiap warga negara, termasuk anggota Polri, harusnya memiliki kedudukan setara di mata hukum.

Banyak kalangan menilai keputusan ini berpotensi menciptakan preseden buruk untuk masa depan lembaga kepolisian. Jika tidak ada revisi atau peninjauan yang tepat terhadap putusan MK, maka dapat terjadi ketidakadilan yang lebih luas. Polri, sebagai institusi yang diandalkan dalam menjaga ketertiban, perlu mendapatkan dukungan, bukan pembatasan, dalam fungsi-fungsinya.

Hal ini juga menjadi tantangan bagi lembaga legislasi dan pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan yang terkait dengan peran anggota Polri dalam konteks pemerintahan di berbagai area. Ke depan, perlu ada dialog yang konstruktif antara pihak-pihak terkait untuk merumuskan kebijakan yang lebih adil dan proporsional.

Dalam konteks ini, penting bagi publik untuk terus mengawasi dan mendiskusikan keputusan-keputusan yang diambil oleh institusi peradilan. Di saat yang sama, Polri pun diharapkan dapat terus berupaya meningkatkan kinerja dan akuntabilitas agar kepercayaan publik dapat terjaga dengan baik.

Keputusan MK tentang larangan anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil akan terus menjadi perbincangan hangat. Sebab, isu ini tidak hanya menyentuh tentang keleluasaan institusi kepolisian, tetapi juga menyangkut hak setiap individu dalam konteks konstitusi dan hukum. Dialog terbuka dan kajian lebih lanjut diperlukan agar keputusan ini tidak hanya menjadi keputusan formal semata, tetapi dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Baca selengkapnya di: news.okezone.com
Exit mobile version