Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), August Mellaz, berbagi cerita selepas dijatuhkannya sanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sanksi berupa peringatan keras tersebut dikenakan kepada enam penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Ironisnya, beredar gambar-gambar hasil teknologi AI yang menunjukkan mereka berada di dalam jet pribadi.
Gambar-gambar itu menampilkan Ketua KPU, Mochammad Afifuddin, dan beberapa pimpinan KPU lainnya. Menurut Mellaz, gambar ini tidak hanya sekadar meme lucu. Ia menunjukkan bahwa ada narasi yang menyertai gambar tersebut, seperti pernyataan bahwa KPU menghabiskan Rp 90 miliar untuk sewa private jet.
Mellaz menjelaskan bahwa angka tersebut tidak akurat. Menurut putusan DKPP, jumlah biaya yang sebenarnya hanya Rp 46 miliar. Terdapat dua kontrak yang terlibat, satu di antaranya memiliki nilai awal Rp 65 miliar. Hal ini menjadikan publikikasi yang mengklaim KPU membuang anggaran selangit menjadi salah kaprah.
Ia juga menekankan pentingnya klarifikasi kepada media tentang konteks gambar tersebut. Tindakan langkah ini bertujuan mencegah kesalahpahaman dan agar narasi negatif tidak berkembang liar di kalangan masyarakat. Gambar-gambar itu memperlihatkan situasi yang tidak bersesuaian dengan kenyataan, seperti menggambarkan Afifuddin sebagai ketua KPU saat menggunakan jet pribadi. Padahal, saat itu KPU masih dipimpin oleh Hasyim Asy’ari, sehingga menyulitkan KPU untuk merespons sentimen publik yang muncul.
Silakan perhatikan bahwa KPU memang menggunakan jet pribadi dalam beberapa perjalanan. Namun, DKPP menemukan bahwa penggunaan jet tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Terdapat 59 kali perjalanan yang dilakukan, tetapi tidak satu pun berhubungan langsung dengan distribusi logistik pemilu.
Penggunaan jet pribadi ini, menurut DKPP, melanggar prinsip efisiensi dalam berbelanja dan berpotensi memboroskan anggaran. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan konteks dan bukti yang ada. Mereka melihat bahwa pemakaian jet pribadi tersebut dapat menimbulkan persepsi negatif di publik.
Seiring dengan munculnya gambar-gambar AI, August Mellaz merasa bahwa dampaknya jauh lebih besar. Media sosial dan platform lainnya memberikan ruang untuk gambar-gambar tersebut menyebar dengan cepat. Di sinilah pentingnya peran media dalam menyampaikan informasi yang akurat dan berimbang.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menunggu klarifikasi dari KPU. Jika narasi KPU tidak diperbaiki, potensi sentimen publik yang buruk bisa berlanjut. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar.
Mellaz menegaskan bahwa KPU perlu bekerja keras untuk mengembalikan kepercayaan publik. Ini adalah tantangan besar di tengah berita dan rumor yang bisa mempengaruhi opini masyarakat. KPU harus proaktif dalam menjelaskan masalah ini agar kesalahpahaman di masyarakat dapat diminimalisir.
Penggunaan teknologi AI dalam menciptakan gambar semakin umum, dan masyarakat perlu lebih bijak dalam menyikapinya. Pemahaman yang baik terhadap konteks sangat diperlukan untuk mengatasi potensi kebingungan. Oleh karena itu, kejelasan dari pihak KPU menjadi sangat penting, terutama pasca-sanksi yang mereka terima.
Dengan demikian, situasi yang melibatkan KPU, AI, dan informasi yang beredar memberikan pelajaran bagi semua pihak. Penting untuk selalu mengedepankan transparansi dan komunikasi yang efisien. Dengan langkah tepat, KPU dapat memperbaiki citra dan mendapatkan kembali dukungan masyarakat.
Baca selengkapnya di: www.suara.com