Polisi menemukan sejumlah obat-obatan di Kamar 210 Kostel tempat tinggal Dwinanda Linchia Levi, dosen dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang, yang baru-baru ini ditemukan meninggal dunia. Penemuan ini terjadi saat pihak kepolisian melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi tersebut.
Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Jawa Tengah, Kombes Dwi Subagio, mengungkapkan bahwa obat-obatan yang ditemukan akan diteliti lebih lanjut oleh tim Laboratorium Forensik Polda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan komposisi zat dari obat yang ditemukan, serta hubungannya dengan kematian korban.
Penyelidikan ini melibatkan banyak aspek. Tim forensik juga tengah menginvestigasi komunikasi antara Dwinanda dan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Basuki, yang diduga memiliki hubungan dekat dengan mendiang. Khususnya komunikasi yang berlangsung sebelum kematiannya.
Saat ini, proses penyelidikan masih berjalan. Beberapa saksi sudah diperiksa, termasuk penjaga kostel dan AKBP Basuki sebagai saksi kunci. Untuk mengetahui penyebab kematian, pihak kepolisian juga sedang menunggu hasil autopsi dari kedokteran forensik.
Meskipun belum ada kepastian mengenai unsur pidana dalam kematian Dwinanda Linchia Levi, Dwi Subagio mengonfirmasi bahwa Propam Polda Jawa Tengah juga sedang memproses pelanggaran etika profesi terhadap AKBP Basuki. Hal ini penting mengingat ia adalah saksi kunci dan tinggal satu kamar dengan korban selama lima tahun.
Kematian Dwinanda meninggalkan kesedihan di kalangan teman-teman dan koleganya. Banyak yang mengenang sosoknya sebagai dosen yang ramah dan dermawan. Salah satu koleganya, Eva Arief, menegaskan bahwa mendiang sering berbagi makanan kepada rekan-rekannya. Ini menunjukkan betapa baiknya ia di mata orang-orang terdekatnya.
Edi Pranoto, teman dosen lainnya, juga mengungkapkan bahwa Dwinanda terkenal sopan santun dan selalu menghormati orang yang lebih tua. Ia bahkan mencium tangan seniornya sebagai tanda penghormatan. Dwinanda juga dikenal sebagai dosen berprestasi yang aktif menerbitkan jurnal ilmiah.
Berdasarkan pernyataan koleganya, Dwinanda sering mengeluhkan sakit asam lambung sebelum ditemukan meninggal. Ia beberapa kali izin tidak masuk kuliah karena masalah kesehatan tersebut. Ini menyiratkan bahwa kondisi fisiknya mungkin menjadi salah satu faktor dalam penyelidikan ini.
Pihak kepolisian terus berupaya mengumpulkan barang bukti serta data yang relevan untuk memastikan penyebab kematian. Penyelidikan ini tidak hanya berfokus pada obat-obatan yang ditemukan, tetapi juga pada hubungan pribadi antara Dwinanda dan AKBP Basuki.
Sebagai dosen muda, Dwinanda memiliki prestasi akademik yang mengesankan. Di tahun 2022, ia diangkat sebagai dosen tetap setelah mencapai indeks publikasi yang tinggi. Ini menunjukkan bahwa ia adalah sosok yang tidak hanya berdedikasi dalam pengajaran tetapi juga memiliki karir akademik yang cemerlang.
Kasus kematian ini menjadi perhatian publik, terutama di kalangan mahasiswa dan rekan-rekannya di Untag Semarang. Penyelidikan lanjutan diharapkan dapat mengungkap lebih banyak informasi yang dapat menjelaskan kematian tragis ini.
Dengan berbagai aspek yang terungkap, baik dari sisi kesehatan maupun prilaku pribadi, kasus ini menarik perhatian masyarakat. Penjelasan yang lebih mendalam diharapkan akan terungkap setelah hasil autopsi dan analisis forensik selesai dilakukan.
Baca selengkapnya di: mediaindonesia.com