CEO Nvidia, Jensen Huang, memberikan peringatan kepada pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump mengenai dominasi peneliti kecerdasan buatan (AI) asal Cina yang mencapai 50% dari total ahli AI global. Data tersebut menunjukkan bahwa Cina telah menjadi pusat utama sumber daya manusia di bidang AI, yang sekaligus menjadi rebutan utama perusahaan teknologi besar di Amerika Serikat.
Dalam forum The Hill & Valley yang digelar di Washington DC pada April 2025, Huang menegaskan, “Sebanyak 50% peneliti AI di dunia adalah orang Cina.” Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya Amerika Serikat untuk beradaptasi dan merespons dinamika persaingan global di sektor teknologi canggih tersebut.
Pentingnya Investasi dan Kesiapan SDM
CEO Nvidia tersebut mengingatkan bahwa agar Amerika Serikat tetap memimpin dalam revolusi AI, pemerintah dan sektor swasta harus fokus pada pengembangan dan pelatihan ulang keterampilan tenaga kerja. “Untuk memimpin, Amerika Serikat harus merangkul teknologi, berinvestasi dalam pelatihan ulang keterampilan, dan membekali setiap pekerja untuk membangun dengan teknologi ini,” ujar Huang. Pendekatannya mengacu pada sejarah transformasi industri yang pernah membawa AS unggul dalam sektor baja dan energi lebih cepat dibanding negara lain.
Menurut Huang, persaingan AI adalah "permainan tanpa akhir" di mana negara-negara saling berlomba menguasai teknologi tercanggih dan sumber daya terbaik. Kondisi ini menegaskan bahwa dominasi teknologi tidak bisa hanya mengandalkan kondisi saat ini, melainkan juga bagaimana strategi jangka panjang yang diterapkan.
Pengakuan atas Keunggulan Peneliti AI Cina
Huang menyoroti bahwa peneliti AI asal Cina bukan sekadar ahli regional, tapi merupakan bagian dari elite dan kelas dunia. Di berbagai lembaga riset AI terkemuka seperti Anthropic, OpenAI, dan DeepMind, banyak peneliti yang berasal dari Cina. “Mereka adalah peneliti AI kelas dunia yang luar biasa,” tegas Huang dalam wawancara dengan penulis Stratechery, Ben Thompson.
Ia juga mencontohkan platform AI asal Cina seperti DeepSeek dan Manus sebagai bukti keberhasilan riset AI Tiongkok yang mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan Amerika. “DeepSeek adalah karya luar biasa,” ujar Huang. Ia menilai meremehkan kapasitas peneliti AI Cina adalah sikap yang menunjukkan kurangnya kepercayaan diri.
Persaingan dan Implikasi Strategis
Persaingan global di bidang AI menurut Huang sangat ketat dan menjadi faktor kunci untuk mendorong inovasi berkelanjutan. Ia memandang kompetisi antara perusahaan teknologi Amerika dan Cina sebagai hal yang positif dan vital bagi perkembangan industri. Huawei, sebagai perusahaan teknologi terbesar dari Cina, juga disebutnya sebagai perusahaan kelas dunia yang tidak bisa dianggap remeh.
Namun, Huang mengkritik kebijakan ekspor chip AI Amerika yang dibatasi oleh aturan Difusi pada era pemerintahan Joe Biden. Kebijakan tersebut membatasi penjualan teknologi cip AI buatan AS ke Cina, yang menurut Huang justru berpotensi merugikan posisi Amerika dalam persaingan global. “Anda tidak bisa membuat aturan yang melindungi satu lapisan industri dengan mengorbankan yang lainnya,” kata Huang.
Ia menekankan bahwa pembatasan akses terhadap teknologi AI tidak akan efektif jika negara lain telah mengejar dan bahkan mungkin melampaui. Oleh karena itu, Huang menyarankan bahwa tujuan utama haruslah mempercepat adopsi teknologi Amerika di seluruh dunia sebagai strategi agar tetap menjadi pemimpin global.
Mendorong Kolaborasi dan Inovasi Berkelanjutan
Situasi ini menunjukkan bahwa pengembangan teknologi AI merupakan kompetisi antarnegara yang kompleks dan tidak bisa diselesaikan dengan proteksi semata. Menurut Huang, adanya ahli AI dari Cina di berbagai perusahaan teknologi AS mencerminkan kebutuhan akan kolaborasi internasional yang intensif tanpa mengurangi kewaspadaan terhadap risiko geopolitik.
Investasi di bidang pelatihan SDM, riset inovatif, serta kebijakan yang adaptif dan proaktif menjadi penentu utama keberhasilan AS dalam menghadapi persaingan ini. Seluruh sektor harus bekerja sama untuk memastikan Amerika Serikat tidak kehilangan posisi dalam revolusi teknologi yang bergerak sangat cepat ini.
Dengan kondisi persaingan yang semakin ketat, pernyataan Huang menjadi pengingat bagi para pengambil kebijakan agar menyeimbangkan keamanan teknologi dengan peluang kolaborasi global. Dunia AI terus berkembang sebagai arena strategis yang penting tidak hanya bagi bisnis, tetapi juga nasionalisme teknologi.
