Melalui teknik pencitraan modern, tim peneliti internasional berhasil merekonstruksi struktur dari ikan purba yang telah punah, mengungkapkan bentuk yang unik dan menarik, mirip kombinasi kecebong, kepiting, dan siput. Temuan ini terungkap dalam sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Nature pada 6 Agustus. Hasil temuan ini tidak hanya menarik perhatian ilmuwan tetapi juga memiliki potensi untuk merombak pemahaman kita mengenai salah satu fase awal evolusi hewan.
Sisa-sisa fosil yang diteliti tersebut ditemukan pada ekspedisi di kepulauan Spitsbergen, Norwegia, selama tahun 1969. Kisaran usia fosil ini diperkirakan antara 410 hingga 407 juta tahun. Para peneliti menemukan tengkorak Norselaspis yang terawetkan dengan sangat baik dalam fraksi batuan pasir. Michael Coates, ahli biologi dari Universitas Chicago dan penulis senior penelitian, mengatakan bahwa temuan ini menyoroti kekurangan dalam catatan evolusi ikan yang membuatnya sulit untuk memahami pergeseran struktur dan fungsi anatomi.
Setelah menganalisis fosil ini menggunakan mikrotomografi sinar-X di Paul Scherrer Institute di Swiss, para peneliti melakukan pemindaian 3D yang mengungkapkan detil anatomi Norselaspis. Hasilnya menunjukkan bahwa ikan purba ini memiliki struktur tubuh yang jauh lebih kompleks daripada banyak ikan modern. Tetsuto Miyashita, penulis utama dan paleobiolog, mengekspresikan bahwa mereka kini memahami Norselaspis dengan detail yang lebih besar dari spesies ikan yang ada sekarang.
Salah satu ciri menarik dari Norselaspis adalah jantungnya yang sangat kuat dan pembuluh darah yang luas, yang berfungsi mempermudah aliran darah. Miyashita menggambarkan jantungnya sebanding dengan jantung hiu, sementara organ sensoriknya juga sangat mengesankan dengan tujuh otot kecil yang mengendalikan mata dan telinga dalam yang besar.
Dalam konteks evolusi, ikan purba ini bukan hanya menantang garis waktu perkembangan ikan. Mereka memperlihatkan bahwa terdapat kemungkinan struktur yang bertujuan untuk evolusi vertebrata, dengan menunjukkan bahwa saraf yang mengontrol bahu terpisah dari saraf yang mengarah ke insang. Hal ini menimbulkan teori baru bahwa bahu pada vertebrata berkaki empat berevolusi dari struktur yang sebelumnya tidak terpisahkan.
Norselaspis juga memberikan gambaran baru mengenai strategi bertahan hidup. Dengan tidak memiliki rahang dan gigi, ikan ini kemungkinan besar tidak menggunakan keahliannya untuk berburu, namun lebih untuk mengelak dari predator. Hal ini memunculkan interaksi antara spesies yang dapat memicu keragaman hayati laut.
Menurut Coates, saat rahang mulai berevolusi, kombinasi dari sistem sensorik, kemampuan berenang, dan pola makan ini menciptakan keanekaragaman luar biasa dalam ekosistem laut. Norselaspis merefleksikan bahwa perjalanan evolusi vertebrata jauh lebih beragam dan kompleks daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Meskipun penelitian ini menawarkan wawasan yang signifikan, masih ada banyak pertanyaan mengenai pemicu awal pembentukan rahang pada ikan. "Perjalanan evolusi mungkin tidak sesederhana beralih dari pemangsa dasar ke pemangsa puncak," kata Miyashita, menegaskan bahwa penemuan ini membuka potensi untuk penelitian lebih lanjut.
Jika Anda tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang dunia ikan purba dan evolusi, penelitian lanjutan akan membantu menjawab berbagai pertanyaan yang masih ada dan mungkin menciptakan pemahaman baru tentang bagaimana kehidupan di lautan berkembang selama jutaan tahun.
