Dalam era digital yang terus berkembang, infrastruktur kecerdasan buatan (AI) dihadapkan pada tantangan besar. Sebuah studi global yang dipublikasikan oleh Cisco menunjukkan bahwa kehadiran asisten AI dan beban kerja berbasis data telah menciptakan kompleksitas yang tinggi dalam arsitektur jaringan perusahaan. Dengan lalu lintas yang lebih cepat dan sensitif terhadap latensi, perusahaan perlu melakukan transformasi infrastruktur agar dapat beradaptasi dengan cepat terhadap tuntutan bisnis masa depan.
Data dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa 98% pemimpin IT di Indonesia menilai jaringan modern sangat penting untuk penerapan AI, Internet of Things (IoT), dan cloud computing. Kondisi ini sejalan dengan peningkatan investasi dalam jaringan yang diperlukan untuk mendukung teknologi-teknologi ini. Tanpa infrastruktur jaringan yang kuat, perusahaan berisiko mengalami kerugian besar. Penelitian mencatat bahwa satu gangguan serius per perusahaan bisa menyebabkan kerugian hingga USD160 miliar secara global setiap tahunnya, terutama karena beban jaringan yang berat, serangan siber, dan kesalahan konfigurasi perangkat.
Marina Kacaribu, Managing Director Cisco Indonesia, mencatat bahwa saat perusahaan mulai memanfaatkan kekuatan AI, jaringan menjadi fondasi penting untuk memastikan AI berfungsi dengan baik. “Jaringan saat ini harus lebih cepat, lebih cerdas, dan lebih resilien,” ujarnya. Hal ini menegaskan pentingnya pemahaman bahwa jaringan modern akan menjadi kunci dalam menghadapi tantangan masa depan serta mencapai pertumbuhan dan kesuksesan.
Studi Cisco mengidentifikasi enam sinyal kunci dalam perubahan arsitektur jaringan yang mengarah pada kebutuhan akan infrastruktur yang lebih canggih. Pertama, jaringan telah menjadi prioritas strategis bagi perusahaan, dengan mayoritas pemimpin IT di Indonesia menganggapnya penting untuk integrasi AI, IoT, dan cloud. Kedua, keamanan jaringan menjadi suatu keharusan, dengan 100% pemimpin IT menyatakan pentingnya keamanan dalam operasional dan pertumbuhan perusahaan.
Lebih jauh, 60% pemimpin IT melaporkan bahwa mereka telah mengalami gangguan serius dalam operasional, sehingga kebutuhan akan jaringan yang resilien semakin meningkat. Penelitian juga mengungkapkan bahwa 58% pemimpin IT melihat AI sebagai pendorong signifikan dalam peningkatan pendapatan, berkat kemampuannya dalam mempersonalisasi dan mengotomatisasi pengalaman pelanggan.
Dari aspek infrastruktur komputasi, 53% pemimpin IT menyatakan bahwa pusat data mereka saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan AI. Akibatnya, 95% dari mereka berencana untuk meningkatkan kapasitas pusat data guna menghadapi tuntutan yang lebih besar di masa depan. Selain itu, kecerdasan jaringan juga menjadi perhatian utama, di mana 99% pemimpin menganggap penting bagi jaringan untuk berbasis AI untuk mendukung pertumbuhan perusahaan.
Secara keseluruhan, para pemimpin IT dapat melihat nilai finansial dari jaringan modern. Mereka mencatat adanya peningkatan pengalaman pelanggan (61%), efisiensi operasional (74%), dan dukungan bagi inovasi (62%) sebagai hasil dari penyesuaian jaringan. Lebih dari 95% pemimpin IT mempercayai bahwa pengembangan jaringan akan memberikan keuntungan finansial, dan hampir semua (96%) mengharapkan penghematan biaya yang signifikan melalui operasional yang lebih cerdas, mengurangi gangguan, dan konsumsi energi yang lebih rendah.
Transformasi jaringan bukanlah pilihan, tetapi sebuah keharusan. Perusahaan yang ingin tetap bersaing dalam era digital harus bergerak cepat untuk memastikan infrastruktur mereka mampu mendukung perkembangan teknologi yang terus berubah. Dengan menempatkan jaringan sebagai prioritas strategis, mereka tidak hanya menjaga kelangsungan operasional, tetapi juga membuka peluang untuk pertumbuhan baru.
