Para karyawan TikTok di Jerman melakukan aksi mogok kerja sebagai bentuk protes atas rencana perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 150 pegawai di tim trust and safety. Tim tersebut bertugas mengawasi dan menghapus konten berbahaya di platform TikTok. Pengurangan staf ini dilakukan dengan alasan efisiensi dan pengalihan sebagian fungsi moderasi ke sistem kecerdasan buatan (AI) serta pegawai kontrak.
Serikat pekerja ver.di yang mewakili para karyawan TikTok di Berlin-Brandenburg telah berupaya melakukan negosiasi dengan manajemen selama beberapa minggu terakhir. Juru bicara serikat tersebut, Kalle Kunkel, menyampaikan bahwa mereka telah mengajukan tuntutan terkait kompensasi pesangon dan perpanjangan masa pemberitahuan PHK menjadi satu tahun. Namun, upaya komunikasi ini belum membuahkan hasil karena TikTok belum bersedia membuka dialog resmi. “Intinya, mereka bilang: ‘Kami tidak mau bicara dengan Anda,’ jadi kami menggelar dua kali aksi mogok, tetapi tidak ada tanggapan,” kata Kunkel kepada The Guardian pada 13 Agustus 2024.
Dampak PHK Terhadap Tim Trust and Safety di Jerman
Kantor TikTok di Berlin dianggap sebagai markas terbesar perusahaan di Jerman, dengan sekitar 400 karyawan. Jika PHK sebanyak 150 orang jadi dilakukan, jumlah staf yang terpangkas hampir mencapai 40 persen dari total tenaga kerja di kantor tersebut. Tim trust and safety di sini berperan penting dalam memastikan konten yang diunggah tidak mengandung unsur kekerasan, pornografi, misinformasi, maupun ujaran kebencian. Para moderator biasa memeriksa hingga 1.000 video setiap harinya dengan dukungan AI.
Menurut Anna Sopel, juru bicara TikTok, keputusan untuk mengurangi staf ini merupakan bagian dari upaya menyederhanakan alur kerja demi meningkatkan efisiensi, sambil tetap berkomitmen menjaga keamanan dan integritas platform. Namun, langkah ini menimbulkan kekhawatiran dari serikat pekerja dan sejumlah pengamat terkait risiko menurunnya kualitas pengawasan konten.
Peralihan Moderasi Konten ke AI dan Dampaknya
Fenomena penggantian manusia dengan teknologi AI dalam proses moderasi konten bukan hanya terjadi di Jerman. Sepanjang setahun terakhir, TikTok secara global memangkas staf trust and safety, termasuk penghapusan 300 moderator konten di Belanda pada September 2024. Selain itu, pada Oktober 2024, TikTok mengumumkan pengurangan sekitar 500 orang di Malaysia dan menggantinya dengan sistem moderasi berbasis AI.
Reuters melaporkan pada Februari 2024 bahwa TikTok juga memberhentikan sebagian besar tim trust and safety di Asia, Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Langkah ini menimbulkan kontradiksi dengan pernyataan CEO TikTok, Shou Zi Chew, yang dalam sidang di Kongres AS mengklaim perusahaan akan meningkatkan dana dan jumlah staf untuk trust and safety, dengan janjinya mengalokasikan lebih dari US$ 2 miliar dan sekitar 40.000 karyawan di seluruh dunia.
Kendati TikTok menyatakan berinvestasi sebesar US$ 2 miliar lagi tahun ini untuk keamanan platform, perusahaan enggan mengungkap jumlah pasti karyawan trust and safety secara global. Sementara itu, tren serupa juga terjadi di perusahaan media sosial besar lain seperti Meta, Snap Inc., dan X (dulu Twitter). Meta bahkan berencana mengganti sebagian besar dari 90 persen staf yang menangani ulasan produk dan konten dengan AI.
Kekhawatiran dari Para Pengamat
Berbagai akademisi dan analis kebijakan menilai bahwa penggantian pekerja manusia dengan AI dalam moderasi konten berpotensi meningkatkan kesalahan dalam penanganan konten berbahaya. Aliya Bhatia, analis senior dari Center for Democracy and Technology, menegaskan bahwa meski tujuan tindakan ini adalah membuat platform tetap aman bagi semua pengguna, termasuk anak-anak, namun penggunaan AI tanpa pengawasan memadai justru dapat menimbulkan risiko pengalaman yang lebih buruk dan kerugian bagi pengguna.
Sebaran Pengguna TikTok di Jerman
Pasar TikTok dalam bahasa Jerman mencakup sekitar 32 juta pengguna aktif. Dengan basis pengguna yang sangat besar, kualitas moderasi konten sangat berperan menjaga citra dan keamanan platform di negara tersebut. Kini, dengan munculnya kontroversi terkait PHK dan penggantian mesin, masa depan moderasi konten di TikTok Jerman masih menjadi perhatian banyak pihak.
TikTok harus menemukan keseimbangan antara efisiensi operasional melalui teknologi dan pengelolaan risiko sosial yang ditimbulkan. Di berbagai wilayah, keputusan serupa berpotensi menjadi preseden bagi perusahaan teknologi lain yang mengadopsi tren substitusi tenaga manusia dengan AI tanpa memperhitungkan dampak sosial dan kebijakan ketenagakerjaan secara komprehensif.
