Pengadilan Agung Nepal baru-baru ini mengeluarkan keputusan penting yang mewajibkan semua media sosial dan situs web untuk mendaftar kepada pemerintah. Keputusan yang diumumkan pada hari Sabtu ini bertujuan untuk menjamin tanggung jawab dan akuntabilitas platform digital di negara tersebut. Ini merupakan langkah besar menyusul penolakan berbagai jaringan, termasuk Facebook, untuk memenuhi permintaan pendaftaran dari Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi Nepal.
Mahkamah Agung menegaskan bahwa semua platform daring maupun media sosial, baik lokal maupun asing, diwajibkan untuk mendaftar pada otoritas yang berwenang sebelum mulai beroperasi. Selain itu, pengadilan juga memerintahkan pemerintah Nepal untuk menyusun kerangka hukum yang dapat memantau konten yang dianggap tidak sesuai atau berpotensi merugikan publik. Keputusan ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah penyebaran informasi yang tidak akurat melalui media sosial, yang dapat merugikan hak warga negara akan informasi yang benar.
Pernyataan dari Mahkamah Agung menyebutkan, “Penggunaan identitas palsu atau fiktif dalam media sosial harus dihindari.” Hal ini menunjukkan kekhawatiran pemerintah akan penyalahgunaan media sosial yang dapat mengganggu proses peradilan dan merusak kredibilitas institusi hukum di Nepal. Selain itu, keberadaan konten yang tidak terverifikasi dapat menghambat akses masyarakat terhadap informasi yang benar dan dapat dipercaya, sehingga menyebabkan ketegangan di tengah masyarakat.
Dalam pandangan banyak ahli, keputusan ini mencerminkan langkah proaktif pemerintah Nepal dalam menghadapi tantangan yang dihadapi oleh negara-negara di era digital. Penyampaian berita melalui media sosial telah menjadi sorotan, terutama ketika informasi yang salah menjadi semakin mudah tersebar. Hal ini berpotensi mengancam integritas berbagai lembaga demokratis dan masyarakat sipil.
Namun, keputusan ini juga menimbulkan kritik dari sejumlah sekelompok aktivis dan pengguna media sosial, yang khawatir langkah tersebut dapat mengarah pada pembatasan kebebasan berekspresi. Beberapa pihak berpendapat bahwa pendaftaran semacam ini bisa disalahgunakan untuk mengawasi dan mengontrol informasi yang dibagikan di platform-platform tersebut. “Ini adalah langkah yang bisa memicu pelanggaran kebebasan berbicara di Nepal,” kata seorang aktivis yang menolak disebutkan namanya.
Seiring dengan meningkatnya kekhawatiran atas informasi palsu, pemerintah Nepal terlihat bertekad untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman di dunia digital. Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk menyeimbangkan antisipasi terhadap informasi yang merusak dengan perlindungan terhadap kebebasan sipil.
Meskipun banyak yang berpendapat bahwa pendaftaran ini penting untuk menjaga akuntabilitas, tantangannya adalah memastikan bahwa implementasinya tidak mengorbankan hak-hak warga negara. Ada kebutuhan untuk menciptakan regulasi yang jelas dan transparan tanpa menimbulkan efek menakutkan bagi para pengguna dan pencipta konten.
Keputusan ini hadir di tengah ketegangan global mengenai penggunaan media sosial, di mana banyak negara juga mulai menerapkan langkah serupa untuk mengatur ruang digital mereka sendiri. Tantangan-tantangan tersebut termasuk mencegah penyebaran disinformasi, menjaga keamanan siber, dan melindungi hak-hak individual.
Disisi lain, respons masyarakat terhadap kebijakan ini masih dalam tahap pengamatan. Banyak yang menunggu bagaimana pemerintah Nepal akan menerapkan keputusan Mahkamah Agung ini ke dalam praktik sehari-hari. Transparansi dan dialog dengan publik akan menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Seiring perkembangan keputusan ini, masyarakat di seluruh dunia akan memperhatikan hasil dan dampaknya di Nepal. Apakah langkah ini akan memicu inovasi dan pertanggungjawaban di dunia maya, atau justru sebaliknya, menciptakan masalah baru dalam hal kebebasan beropini menjadi semakin terbatas.
