Langkah Terbaru Trump Beli 10% Saham Intel Senilai Rp 163 Triliun

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan langkah terbaru pemerintah AS dengan membeli saham produsen chip Intel sebesar 10% atau setara dengan investasi senilai US$ 8,9 miliar (sekitar Rp 163,4 triliun). Kesepakatan ini menjadi langkah luar biasa dari Gedung Putih dalam mengintervensi perusahaan-perusahaan besar AS demi mendukung penguatan industri semikonduktor dalam negeri.

Menurut rilis resmi, pemerintah AS akan membeli 9,9% saham Intel dengan harga US$ 20,47 per saham, yang merupakan harga diskon sekitar US$ 4 dari harga penutupan saham Intel sebesar US$ 24,80 pada perdagangan terakhir. Transaksi ini mencakup pembelian sekitar 433,3 juta saham Intel. Dana pembelian ini berasal dari hibah senilai US$ 5,7 miliar yang masih tersisa dari Undang-Undang Chip era Presiden Joe Biden serta tambahan dana US$ 3,2 miliar untuk program Secure Enclave yang juga diberikan pada masa pemerintahan Biden.

Pertemuan antara Trump dan CEO Intel, Lip-Bu Tan, pada tanggal 22 Agustus menandai perubahan sikap setelah sebelumnya Trump menuntut agar Tan mundur karena dianggap memiliki konflik kepentingan terkait hubungan bisnis dengan perusahaan-perusahaan asal Tiongkok. Namun, pertemuan itu akhirnya berujung pada kesepakatan investasi yang dinilai menguntungkan, tidak hanya bagi Intel tetapi juga bagi kepentingan nasional AS. Trump menyatakan, "Dia masuk dengan keinginan mempertahankan pekerjaannya dan dia akhirnya memberi kami US$ 10 miliar untuk Amerika Serikat."

Dukungan Pemerintah yang Signifikan

Pembelian saham Intel oleh pemerintah AS merupakan contoh intervensi pemerintah yang semakin sering dilakukan dalam beberapa tahun terakhir, mengingat pentingnya sektor teknologi semikonduktor bagi kedaulatan dan keamanan teknologi nasional. Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyampaikan dalam akun media sosial X bahwa kesepakatan ini adalah upaya yang "adil untuk Intel dan adil untuk Rakyat Amerika."

Dana yang dialokasikan kepada Intel akan digunakan untuk membangun dan memperluas fasilitas produksi chip di dalam negeri. Intel, yang sebelumnya menghadapi tantangan dalam mengejar produsen chip Asia seperti TSMC, kini mendapatkan suntikan dana yang besar untuk memperkuat posisi manufakturnya. Langkah ini juga merupakan bagian dari strategi lebih luas AS untuk mengurangi ketergantungan pada rantai pasok asing sekaligus meningkatkan produksi lokal.

Konteks Intervensi Pemerintah di Sektor Teknologi

Kesepakatan pembelian saham Intel menjadi lanjutan dari berbagai perjanjian tidak konvensional yang melibatkan pemerintah Amerika Serikat dalam dunia korporasi. Sebagai contoh, pemerintah AS sempat mengizinkan Nvidia menjual cip AI ke Tiongkok dengan imbalan memperoleh 15% dari penjualan tersebut. Pemerintah juga menjadi pemegang saham terbesar di perusahaan tambang magnet tanah jarang MP Materials untuk memperkuat sektor rantai pasok kritikal.

Namun, intervensi tersebut tidak tanpa kontroversi. Para pengkritik mengkhawatirkan pengaruh besar pemerintah yang bisa menciptakan risiko baru dalam tata kelola perusahaan dan pasar. Mereka menilai langkah seperti pembelian saham oleh pemerintah bisa mengganggu prinsip pasar bebas dan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku usaha.

Tantangan yang Masih Dihadapi Intel

Walaupun mendapat suntikan dana besar, banyak analis industri tetap skeptis mengenai kemampuan Intel mengatasi masalah teknologinya. Daniel Morgan, manajer portofolio senior di Synovus Trust, menyoroti tantangan pada bisnis manufaktur chip kontrak Intel, yang dikenal dengan unit foundry-nya.

Menurut Morgan, tanpa dukungan finansial berkelanjutan atau mitra yang kuat, Intel akan kesulitan mempercepat pembangunan fasilitas pabrik (fabs) baru. Intel harus mengejar ketertinggalannya dari musuh bebuyutan seperti perusahaan Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) yang selama ini lebih dominan dalam teknologi manufaktur chip.

Dampak Pasar dan Investasi

Sesaat setelah pengumuman investasi pemerintah AS, harga saham Intel menunjukkan kenaikan sekitar 5,5% selama perdagangan reguler dan bertambah 1% dalam sesi perpanjangan pada Jumat (22/8). Selain dari dana pemerintah, sebelumnya SoftBank Jepang juga berkomitmen membeli saham Intel senilai US$ 2 miliar, menambah sentimen positif bagi perusahaan.

Langkah Trump membeli saham Intel ini sekaligus menegaskan sikap pemerintah AS yang lebih aktif dalam memperkuat industri teknologi domestik melalui investasi langsung. Strategi ini dinilai penting untuk menjaga posisi AS di tengah persaingan global yang semakin intensif di sektor teknologi tinggi.

Lonjakan investasi tersebut akan membantu Intel mempercepat kapasitas produksi, menghadirkan inovasi terbaru, dan sekaligus membangun kembali reputasi sebagai produsen chip terkemuka di dunia. Namun, keberlanjutan dan hasil jangka panjang dari langkah ini sangat bergantung pada kemampuan Intel beradaptasi dan menerapkan teknologi mutakhir dalam produksinya.

Exit mobile version