Pemerintah Korea Selatan akan memberlakukan larangan penggunaan ponsel dan perangkat digital lainnya di ruang kelas mulai Maret 2026. Kebijakan ini diterapkan untuk mengatasi meningkatnya kecanduan digital di kalangan siswa sekolah dasar hingga menengah. Dukungan luas dari orang tua dan pendidik menjadi salah satu faktor penting pengesahan undang-undang ini, di mana ponsel telah dikenali sebagai sumber distraksi utama dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan survei nasional, mayoritas orang tua dan guru setuju bahwa larangan ini perlu diterapkan. Gawai sering kali dianggap mengganggu konsentrasi siswa, sehingga keberadaan ponsel dalam kelas justru merugikan perkembangan akademis mereka. Menurut laporan yang diterbitkan oleh South China Morning Post, aturan ini akan menerapkan larangan secara menyeluruh, meskipun ada pengecualian bagi siswa yang memiliki kebutuhan khusus atau untuk kegiatan pembelajaran yang memerlukan teknologi.
Korea Selatan dikenal sebagai salah satu negara dengan penetrasi internet tertinggi di dunia, dengan hampir 99 persen populasi terhubung. Data menunjukkan bahwa 98 persen penduduk memiliki smartphone, menjadikan mereka salah satu masyarakat paling digital. Namun, kondisi ini juga membawa risiko tinggi terhadap paparan media sosial dan kecanduan game online, yang memiliki dampak negatif terhadap kesehatan mental siswa.
Undang-undang ini disahkan oleh parlemen Korea Selatan pada akhir Agustus 2025 dengan dukungan dari lintas partai. Para pengamat menilai larangan ini sejalan dengan tren global yang berusaha mengurangi dampak negatif penggunaan gawai terhadap anak-anak. Beberapa negara Eropa, seperti Prancis dan Belanda, telah lebih dulu menerapkan kebijakan serupa, menunjukkan adanya pengakuan internasional akan pentingnya mengatur penggunaan teknologi dalam pendidikan.
Fokus kebijakan ini ditujukan pada ruang kelas, di mana konsentrasi dan kualitas belajar siswa menjadi prioritas. Pemerintah berharap melalui larangan ini, gejala kecanduan digital yang semakin meningkat di kalangan remaja dapat ditekan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa adiksi digital dapat menyebabkan masalah kesehatan mental serta penurunan performa akademis.
Sebagian pendidik melihat kebijakan ini sebagai langkah positif untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik. Beberapa sekolah bahkan telah mulai menerapkan aturan serupa secara sukarela sebelum larangan resmi diterapkan. Mereka melaporkan peningkatan konsentrasi siswa dan lebih banyak interaksi langsung antar teman sekelas.
Di sisi lain, ada keprihatinan mengenai ekosistem digital di Korea Selatan. Dengan begitu banyaknya siswa yang terbiasa menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, peralihan ke masa tanpa ponsel di kelas mungkin menemui berbagai tantangan. Guru-guru akan perlu beradaptasi untuk menciptakan metode pengajaran yang menarik tanpa bergantung pada perangkat digital.
Kebijakan larangan ponsel ini juga memicu diskusi lebih luas tentang penggunaan teknologi dalam pendidikan. Sejumlah ahli mendukung pengembangan program yang seimbang, di mana teknologi tetap diperlukan, namun dibatasi dengan bijak. Untuk siswa dengan kebutuhan khusus, atau untuk kegiatan yang memang memerlukan gadget, aturan ini memberikan keleluasaan dalam pengawasan ketat oleh guru.
Dengan beragam dampak yang mungkin timbul dari kebijakan ini, masih ada waktu bagi pemerintah dan lembaga pendidikan untuk merumuskan strategi yang tepat. Dengan pelaksanaan aturan resmi yang kurang dari tiga tahun lagi, diharapkan ada sejumlah upaya untuk mempersiapkan siswa, guru, serta orang tua dalam menyambut perubahan ini.
Inisiatif tersebut merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan produktif di Korea Selatan, yang dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam menghadapi tantangan kecanduan digital di kalangan pelajar.
