Korea Selatan mengambil langkah tegas dengan melarang pelajar membawa ponsel pintar ke sekolah dasar dan menengah mulai Maret 2026. Keputusan ini muncul setelah melihat dampak negatif yang semakin meningkat dari penggunaan media sosial di kalangan siswa. Menurut data dari Kementerian Pendidikan Korea Selatan, 37% siswa sekolah menengah mengaku bahwa media sosial memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka, dan 22% merasa cemas jika tidak dapat memeriksa akun media sosial di sekolah.
Larangan yang diberlakukan ini bertujuan untuk menciptakan suasana belajar yang lebih kondusif. Dengan tingkat literasi digital tertinggi di dunia, di mana 98% penduduk Korea Selatan memiliki ponsel pintar, penggunaan perangkat digital ini sering kali menjadi pengalihan perhatian dari proses pembelajaran. Berbagai studi menunjukkan bahwa munculnya kecemasan dan gangguan yang disebabkan oleh interaksi di media sosial semakin mengkhawatirkan para pendidik.
RUU yang disahkan oleh Majelis Nasional Republik Korea ini bersifat nasional dan akan melarang penggunaan ponsel di ruang kelas. Meskipun demikian, ada pengecualian yang diberikan untuk kegiatan belajar yang mengharuskan penggunaan perangkat digital. Bagi pelajar yang melanggar aturan ini, tidak akan ada sanksi hukum yang diterapkan, sebab pengawasan akan berada di tangan masing-masing sekolah.
Langkah Korea Selatan ini sebenarnya sejalan dengan tren global. Negara-negara seperti Australia dan beberapa negara Eropa telah menerapkan kebijakan serupa demi melindungi generasi muda dari dampak media sosial yang berbahaya. Australia, misalnya, menjadi pionir dengan melarang akses ke situs media sosial seperti Facebook dan Instagram bagi individu di bawah usia 16 tahun.
Perdebatan mengenai kebijakan ini menjadi semakin relevan dengan meningkatnya kasus kecemasan mental di kalangan remaja. Media sosial, meskipun menawarkan berbagai manfaat, juga membawa konsekuensi negatif seperti cyberbullying, tekanan sosial, dan kehilangan kesadaran diri. Dalam konteks ini, langkah-langkah preventif seperti larangan ponsel di sekolah dianggap sebagai solusi untuk mengurangi eksposur siswa terhadap dampak buruk ini.
Bukan hanya Korea Selatan yang mengambil langkah ini. Di Eropa, adat istiadat baru diberlakukan dengan sistem verifikasi usia yang harus digunakan untuk mengakses layanan daring. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menyaring konten berbahaya yang berpotensi memengaruhi anak di bawah umur. Hal ini menunjukkan kekhawatiran global akan pengaruh besar media sosial terhadap kesehatan mental dan perkembangan anak.
Sekolah-sekolah di Korea Selatan sebelumnya memiliki kebijakan yang bervariasi terkait penggunaan ponsel. Sebagian sekolah sudah melarang ponsel di dalam kelas, tetapi dengan disahkannya RUU ini, pedoman seragam akan diterapkan secara nasional. Hal ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih produktif dan sehat bagi generasi muda.
Masyarakat Korea Selatan menyambut langkah ini dengan beragam reaksi. Banyak orang tua dan pendidik mendukung keputusan pemerintah, berharap bahwa hal ini bisa mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh siswa. Namun, ada juga kekhawatiran tentang bagaimana siswa akan beradaptasi tanpa akses ke perangkat digital yang biasanya mereka gunakan untuk berkomunikasi dan mencari informasi.
Seiring kebijakan ini diterapkan, penting bagi pihak sekolah untuk memberikan pendampingan dan edukasi kepada siswa mengenai penggunaan teknologi secara bijak. Dengan cara ini, meskipun ponsel tidak diizinkan di lingkungan sekolah, siswa tetap dapat belajar untuk menggunakan teknologi tampak secara positif ketika mereka keluar dari sekolah.
Dengan kebijakan baru ini, Korea Selatan menunjukkan komitmennya terhadap kesehatan dan kesejahteraan siswa, serta harapan akan generasi masa depan yang lebih baik. Langkah ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi negara lain dalam menghadapi tantangan serupa di era digital yang semakin maju.
