Pada malam tanggal 7-8 September 2025, fenomena Gerhana Bulan Total yang dikenal sebagai ‘Blood Moon’ menjadi sorotan di berbagai belahan dunia, termasuk Australia, Asia, Afrika, dan sebagian Eropa. Gerhana ini menarik perhatian para pengamat langit karena berlangsung selama hampir lima jam, yang menjadikannya sebagai Gerhana Bulan Total terlama sejak 2022.
Selama gerhana, bulan purnama bergerak memasuki bayangan Bumi, menyebabkan perubahan warna menjadi merah tembaga. Proses ini berlangsung selama 82 menit dalam fase total, memberikan pemandangan yang luar biasa bagi para pengamat. Menurut data dari Time and Date, gerhana berikutnya akan terjadi pada 2-3 Maret 2026 dengan durasi 58 menit.
Fenomena ini dapat disaksikan dari sisi malam Bumi, berbeda dengan gerhana matahari total yang hanya terlihat dari jalur tertentu. Sayangnya, wilayah Amerika Utara tidak dapat menyaksikan gerhana ini karena berada di sisi siang saat peristiwa tersebut terjadi. Meskipun begitu, diperkirakan bahwa sekitar 71% populasi dunia atau sekitar 5,8 miliar orang menyaksikan fase total dan parsial dari gerhana ini.
Kota-kota yang pertama kali mengalami fase totalitas antara lain Sydney, Melbourne, Perth, Tokyo, dan Seoul. Sementara itu, fase akhir gerhana dipantau di Moskow, Ankara, dan Bukares. Teleskop atau teropong bintang disarankan untuk melihat detail permukaan bulan dan bayangan Bumi, meskipun gerhana ini tetap terlihat tanpa alat bantu.
Di Indonesia, momen ini menarik perhatian banyak pengamat. Gerhana dimulai pada pukul 22.28 WIB pada 7 September dan berakhir pada 03.55 WIB. Cuaca di sebagian besar wilayah Indonesia cerah, memungkinkan banyak orang untuk menyaksikan keindahan alam ini dengan mata telanjang.
Berdasarkan data yang tersedia, gerhana bulan total kerap menjadi peristiwa langka dan memukau, menarik perhatian fenomena astronomi di seluruh dunia. Dengan adanya gerhana mendatang pada Maret 2026, pengamat langit memiliki peluang untuk kembali menikmati fenomena serupa.
Dengan cuaca yang optimal dan lokasi yang strategis, banyak pengamat di seluruh Indonesia merasakan pengalaman luar biasa ini. Diharapkan kedepannya peminat fenomena astronomi semakin meningkat, terutama di kalangan generasi muda yang dapat memanfaatkan teknologi dan pengetahuan untuk belajar lebih banyak tentang alam semesta.
Dalam beberapa tahun ke depan, banyak fenomena langit lainnya yang dinanti, termasuk gerhana lainnya yang mungkin menjadi perhatian massa. Pengamatan rutin terhadap langit malam serta pengetahuan tentang bagaimana dan kapan fenomena ini terjadi bisa menjadi salah satu cara mengedukasi masyarakat tentang keajaiban alam.
Keterlibatan masyarakat dalam pengamatan astronomi tidak hanya memperkaya wawasan, tetapi juga memupuk rasa cinta terhadap sains dan pentingnya menjaga lingkungan. Fenomena kasat mata seperti gerhana bulan bisa menginspirasi masyarakat untuk lebih peduli dan peka terhadap apa yang terjadi di langit malam.
