Penemuan fosil langka dua bayi pterosaurus dari sekitar 150 juta tahun lalu mengungkap tragedi yang berlangsung saat badai tropis melanda kawasan yang sekarang adalah Jerman. Analisis kerangka pterosaurus dari spesies Pterodactylus antiquus menunjukkan bahwa kedua bayi ini tewas akibat terhempas angin kencang sebelum akhirnya tenggelam di laguna yang dipenuhi gelombang senja. Ini memberi gambaran tentang tantangan yang dihadapi hewan-hewan purba pada masa itu.
Fosil bayi pterosaurus ini menjadi spesimen terkecil yang pernah ditemukan, dengan bentang sayap sekitar 20 sentimeter. Penemuan ini dilaporkan dalam jurnal Current Biology dan menunjukkan bahwa kedua bayi tersebut kemungkinan bagian dari kelompok besar pterosaurus yang tidak selamat akibat badai yang dahsyat. Sebagai tambahan, pterosaurus dewasa dari spesies ini diperkirakan memiliki bentang sayap mencapai 1,1 meter, memberikan mereka kemampuan untuk bertahan lebih baik terhadap kondisi cuaca ekstrem dibandingkan dengan anak-anaknya.
Dua bayi pterosaurus ini, yang diberi julukan "Lucky" dan "Lucky II", meski kurang beruntung di saat itu, sekarang menjadi harta berharga bagi ilmu pengetahuan. Rab Smyth, penulis utama studi dan peneliti di Universitas Leicester, menjelaskan bahwa kerangka pterosaurus yang berongga dan berdinding tipis memang dirancang untuk terbang dengan efisien, tetapi sangat rentan saat proses fosilisasi. Hal tersebut menjadikan peluang perawetan fosil pterosaurus sangat minim.
Penemuan ini memberikan wawasan berharga mengenai pola kematian hewan-hewan purba di kawasan tersebut. Mengingat Pterosaurus telah ditemukan di Formasi Kapur Platy Solnhofen, yang berusia sekitar 153-148 juta tahun dari Zaman Jura Akhir, fosil ini mencerminkan lingkungan semi-tropis yang dulu ada, lengkap dengan terumbu karang dan pulau kecil. Banyaknya fosil pterosaurus di lokasi ini adalah indikator bahwa peristiwa kematian massal kemungkinan besar terjadi, di mana pterosaurus kecil tidak beruntung melawan kekuatan alam.
Baik Lucky maupun Lucky II menunjukkan tanda fraktur pada tulang humerus mereka, yang mengindikasikan bahwa mereka terlempar dari daratan akibat Hempasan angin kencang. Arus yang dipicu badai kemudian menenggelamkan mereka dalam sedimen, yang pada akhirnya membantu mengawetkan fosil dan memberikan gambaran tentang peristiwa tragis ini.
Riset ini bukan hanya menyoroti betapa rentannya kehidupan pterosaurus muda di tengah bencana alam, tetapi juga dapat membantu para ilmuwan memahami lebih dalam ekosistem pada zaman purba. Analisis lebih dari 40 fosil Pterodactylus lainnya dari Solnhofen menggambarkan banyaknya pterosaurus kecil yang ditemukan di lokasi tersebut, menunjukkan bahwa hanya yang lebih besar saja yang mampu selamat dari situasi pelik ini.
Dengan penemuan ini, para peneliti tidak hanya mendapatkan gambaran tentang kehidupan pterosaurus tetapi juga tentang kondisi lingkungan yang mereka hadapi. Ini merupakan langkah penting dalam memahami dampak bencana alam pada kehidupan purba di Bumi, serta bagaimana spesies bertahan di tengah kondisi yang tidak menguntungkan.
Kehadiran penemuan fosil yang utuh seperti ini sangat jarang dan menjadi sumber informasi penting untuk memahami lebih baik era Jurassic, serta kehidupan hewan-hewan besar yang mendominasi langit pada saat itu. Mendalami temuan fosil ini membuka jalan untuk mengeksplorasi lebih jauh tentang perilaku dan ketahanan pterosaurus dalam menghadapi situasi yang tak terduga.
